BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah Negara yang kaya
akan berbagai macam kebudayaan dan suku bangsa. Hal ini merupakan suatu
kelebihan yang dimiliki, dan merupakan ciri khas yang membedakan dengan Negara
lain. Kebudayaan Bangsa Indonesia
telah ada dan berkembang sejak zaman dulu kala. Hal ini dapat dilihat langsung
dari hasil karya nenek moyang Bangsa Indonesia yang dapat dirasakan oleh
masyarakat. Oleh sebab itu, sebagai masyarakat Indonesia dan generasi penerus
bangsa harus mampu melestarikan kebudayaan ini.
Salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yakni
Suku Dayak Indramayu. Meski memakai nama dan berpenampilan mirip Dayak, namun
mereka sama sekali tak memiliki hubungan dengan suku Dayak di Kalimantan sana. Bahkan
seluruh anggotanya yang lebih dari 400 jiwa ini adalah suku Jawa yang bermukim
di Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu.
BAB II
LANDASAN
TEORI
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
2.1 Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya
diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa
alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan
oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya
sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda
dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam"
d Jepang
dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan
pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia
makna
dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan
pertalian dengan hidup mereka.
Dengan
demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku
orang lain.
2.2 Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan
2.3 Unsur-Unsur Kebudayaan
Ada
beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur
kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
- Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
- alat-alat teknologi
- sistem ekonomi
- keluarga
- kekuasaan politik
- Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
- sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
- organisasi ekonomi
- alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
- organisasi kekuatan (politik)
3.
Tujuh unsur kebudayaan sebagai cultural universal:
o Peralatan dan perlengkapan hidup
manusia
o Mata pencaharian hidup dan
sistem-sistem ekonomi
o
Sistem kemasyarakatan
o
Bahasa
o
Kesenian
o
Sistem Pengetahuan
o
Religi (sistem kepercayaan)
2.4 Wujud dan komponen Kebudayaan
Wujud
Menurut
J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan,
aktivitas, dan artefak.
- Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat
diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di
alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan
mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada
dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat
tersebut.
- Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem
sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut
pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
- Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil
dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan.
Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam
kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa
dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan
ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)
manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen utama:
- Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang
nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan
yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat,
perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup
barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian,
gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
- Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat,
dan lagu atau tarian tradisional.
2.5 Sifat Hakikat Kebudayaan
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.
2. Kebudayaan telah ada lebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi
tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah
lakunya.
4. kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban,
tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang
dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Lokasi Suku Dayak
Indramayu
Nama lengkap
komunitas ini adalah Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu. Masyarakat
luas mengenalnya dengan nama Suku Dayak Indramayu. Meski memakai nama dan
berpenampilan mirip Dayak, namun mereka sama sekali tak memiliki hubungan
dengan suku Dayak di Kalimantan sana. Bahkan seluruh anggotanya yang lebih dari
400 jiwa ini adalah suku Jawa yang bermukim di Desa Krimun, Kecamatan Losarang,
Kabupaten Indramayu.
3.2 Asal Usul Penamaan Suku Dayak
Hindu – Budha Bumi Segandu
Komunitas ini menamakan dirinya dengan sebutan “Suku Dayak
Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu”. Menurut penjelasan warga komunitas ini,
penamaan Suku Dayak ini mengandung makna sebagai berikut:
1.
Kata “suku” artinya kaki, yang
mengandung makna bahwa setiap manusia berjalan dan berdiri di atas kaki
masing-masing untuk mencapai tujuan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya
masing-masing.
2.
Kata
“Dayak” berasal dari kata “ayak” atau “ngayak” yang artinya memilih atau
menyaring. Makna kata “dayak” di sini adalah memilih mana yang benar dan mana
yang salah. Kata “Hindu” artinya kandungan atau rahim.
3.
Sedangkan
kata “Budha”, asal dari kata “wuda”, yang artinya telanjang. Makna filosofisnya
adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang. Selanjutnya
adalah makna
wujud, sedangkan “segandu” bermakna sekujur badan. Gabungan kedua kata ini,
yakni “Bumi Segandu” mengandung makna filosofis sebagai kekuatan hidup. Adapun
kata “Indramayu”, mengandung pengertian : “In” maknanya adalah ‘inti’; “Darma”
artinya orang tua, dan kata “Ayu”, maknanya perempuan. Makna filosofisnya karena dari rahimnyalah kita semua dilahirkan. Itu
sebabnya mmenghormati kaum perempuan, yang termereka sehari-hari. Jadi
penyebutan kata “suku” pada komunitas ini bukan dalam konteks terminologi suku
bangsa (etnik) dalam pengertian antropologis, melainkan penyebutan istilah yang
diambil dari makna kata-kata dalam bahasa daerah (Jawa). Demikian pula dengan
kata “dayak”, bukan dalam pengertian sukubangsa (etnik) Dayak yang berada di
daerah Kalimantan, kendati pun dari sisi performan ada kesamaan, yakni mereka sangat mengenakan baju,
serta mengenakan asesoris berupa kalung dan gelang (tangan dan kaki).
4.
Lebih jauh, pemimpin komunitas ini
menjelaskan tentang pemakaian kata “Hindu – Budha” pada sebutan komunitas ini.
Kendatipun komunitas ini menggunakan kata “Hindu – Budha”, bukan berarti bahwa
mereka adalah penganut agama Hindu ataupun Budha. Penggunaan kata “Hindu”,
karena komunitas ini meneladani peri kehidupan kelima tokoh Pandawa, yang
dipandang sebagai seorang mahaguru yang sangat bijaksana. Adapun penyebutan
kata “Budha” karena mereka mengambil inti ajaran “aji rasa” (tepuk seliro) dan
kesahajaan yang merupakan inti ajaran agama Budha.
3.3 Asal-Usul Kelompok
Asal mula kelompok
Suku Dayak Indramayu ini terkait erat dengan perjalanan hidup pendirinya, yaitu
Takmad Diningrat, yang oleh para pengikutnya disebut dengan panggilan Pak Tua. Pemimpin
mereka adalah Ki Takmad. Didalam komunitas Suku Dayak Indramayu, nama lengkap
lelaki berusia 70 tahun ini adalah Paheran Takmad Diningrat Gusti Alam.
Sepintas lalu, penampilan Ki Takmad dan para pengikutnya bisa aneh dan berkesan
menakutkan. Namun ketika sudah terlibat kontak dengan mereka, maka kesan akrab
akan didapat.
Spiritualitas Ki Takmad seperti
sinkritisme Hindu, Budha, Jawa Kuno, Islam dan hasil kontempelasi pemikiran
orisinilnya, mirip kaum Pagan (penyembah benda-benda). Komunitas ini menempatkan
kaum perempuan pada posisi yang sangat terhormat, sekaligus sebagai sumber
inspirasi. “Nyi Dewi Ratu", demikian sebutan personifikasi kekuatan untuk
yang maha pemberi hidup atau sumber kehidupan. Bahkan pintu bangunan pendopo
komunitas ini, berreliefkan Nyi Dewi Ratu Kembar.
Dalam sistem sosial dan budaya yang
dibangun di lingkungan dayak "Bumi Segandu", posisi dan derajat
wanita memang sangat ditinggikan. Karena itu, sekalipun Takmad disegani, dia
akan takluk bila berhadapan dengan istrinya.Berkhianat atau berbohong pada
istri (wanita) adalah sebuah dosa besar yang tak terampuni. Karena itu pula,
bila ada konsep "tuhan" dalam komunitas "Bumi Segandu",
manifestasinya ada pada sosok wanita yang disebutnya sebagai "Nyi Dewi
Ratu".
Nyi Dewi Ratu itu menguasai sukma bumi
atau hukum-hukum kebenaran yang dibahasakan dengan istilah "sejarah
alam". Dia harus dipuja dan ditinggikan lewat "ngajirasa" dan
"ngadirasa" (laku atau amal-amalan). Dalam keseharian, pemujaan
terhadap Nyi Dewi Ratu dipraktekan dalam bentuk kesetiaan terhadap istri.
Ajarannya Takmad tampaknya banyak
dipengaruhi konsep kejawen (Hindu-Jawa). Sebagaimana kita tahu, pada pemahaman
masyarakat kejawen Pulau Jawa itu dikuasai oleh Dewi-dewi, itu pula kenapa
semua penguasa alam di Jawa selalu disimbolkan dengan wanita seperti Nyi Roro
Kidul (Penguasa Laut Kidul), Nyi Blorong (Penguasa Gunung Bromo), Dewi Sri
(Dewi Padi) dan lain-lain.
Karena konsep itulah, pada Pemilu 1999
Takmad memobilisasi pengikutnya untuk mendukung PDIP. Selain itu, pada Pemilu
1999, ketika dirinya bermeditasi, memperoleh bisikan ghaib dari Nyi Dewi Ratu
kalau "Bumi Segandu" harus memilih partai yang dipimpin perempuan.
Namun pada Pemilu 2004, komunitas Suku Dayak Indramayu menyatakan untuk tidak
ikut
Ia adalah
asli orang Indramayu yang berasal dari sebuah desa yang bernama Desa Segandu.
Menurut penuturannya, Ia adalah seorang yatim dalam kandungan, yaitu ayahnya
meninggal ketika ia sedang dikandung oleh ibunya dalam usia kandungan 3 bulan.
Ia pun selama ini hidup dan tidak mampu untuk mengikuti pendidikan formal. Ia
pun tidak pernah mengaji (belajar ilmu agama) seperti anak lain
seusianya, karena terbentur masalah biaya. Itu pula sebabnya, hingga sekarang
ia tidak bisa membaca dan menulis. Ia pun tidak begitu fasih berbahasa dan ia
pun memutuskan untuk mencari ilmu sendiri. Menginjak remaja, Takmad bekerja
sebagai kuli pelabuhan yang berpindah-pindah dari satu pelabuhan ke pelabuhan
lain. Di beberapa tempat yang disinggahinya, dia belajar ilmu beladiri (silat).
Salah seorang guru silat yang diseganinya adalah Midun (orang Aceh).
Ketika ia kembali ke daerah
asalnya di Desa Segandu, ia menyunting seorang gadis dari desa itu dan kemudian
memperistrinya. Dari hasil perkawinannya itu, mereka
mempunyai 11 orang anak, terdiri atas 3 anak wanita, dan 8 anak pria. Dari
kesebelas orang anaknya, 6 di antaranya telah meninggal akibat hidup bersama
isteri dan 5 orang anak. Di desa tempat kelahirannya, ia pun kemudian
mengembangkan ilmu yang dimilikinya, baik ilmu kebathinan maupun ilmu kanuragan.
Semula hanya istri dan anak-anaknya saja yang menjadi pengikutnya, akan tetapi
kemudian ada juga beberapa warga masyarakat terdekat yang menjadi anggota
perguruannya. Tahu
dengan nama Silat Serbaguna. Pada
tahun 1976 berganti nama menjadi Jaka Utama. Beberapa tahun kemudian, perguruan
ini mulai ditinggalkan murid-muridnya karena beberapa hal, antara lain ingin
mendalami ilmu di lain tempat. Takmad sendiri tidak pernah mengikat dan memaksa
murid-muridnya untuk selalu mengikuti ajaran-ajarannya. Setelah ditinggalkan
murid-muridnya, Takmad, memperdalam ilmunya, khususnya ilmu kebathinannya
dengan berguru pada alam, Setelah sekian lama memperdalam ilmu kebathinannya,
ia pun merasa mendapat pemurnian diri. Dari hasil pengkajian ilmu kebathinannya
ini, akhirnya saran” yang ia yakini
bersumber dari “Nur Alam” (cahaya alam), yaitu bumi dan langit. Bumi dan langit
ini kemudian diungkapkan dalam bentuk simbol warna hitam dan putih pada celana
kutung yang dipergunakan dalam keseharian dan menjadi identitas mereka
sedangkan
Pada tahun 1990-an, Takmad mendirikan Padepokan Nyi
Ratu rimun Kec. Losarang Kab. Indramayu.
Sejak itu, pengikutnya semakin banyak. Adapun tanah yang kini menjadi padepokan
kelompok ini adalah warisan dari mertua pak Takmad.
3.4 Pola Perkampungan di Suku Dayak Indramayu
Suku Dayak Indramayu”
hidup di tengah-tengah masyarakat sekitarnya, akan tetapi dalam beberapa hal,
mereka mengisolasikan diri dari lingkungan masyarakatnya. Misalnya, untuk
tempat tinggal dan tempat peribadatan (ritual) mereka, dibentengi dengan
dinding yang cukup tinggi dan diberi ornamen lukisan-lukisan. Di dalam benteng
ini terdapat beberapa bangunan yang terdiri atas: rumah pemimpin suku, pendopo,
pesarean, pesanggrahan, dan sebuah bangunan rumah tinggal salah seorang
pemimpin suku.
Beberapa bangunan, yaitu rumah
pemimpin suku dan pesarean sudah merupakan bangunan permanen, berdinding
tembok, berlantai keramik, dan beratap genteng. Gedung pendopo berdinding semi
permanen, yaitu dinding bagian bawah berupa tembok dan duduk jendela/setengah
badan ke atas menggunakan papan yang dilapisi bilik, berlantai keramik,
dan beratap genting. Sementara itu, bangunan pesanggaran adalah bangunan
non-permanen, berlantai tanah, beratap sirap, dan dindingnya dibuat dari papan
dan bilik.
3.5 Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan suku dayak adalah bilateral/ambilineal,
yaitu menarik garis keturunan dari pihak ayah dan ibu. Sehingga system
pewarisan tidak membedakan anak laki-laki dan perempuan.
3.6 Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan
suku dayak indramayu ialah menganut animisme.
Ajaran dari kelompok
“Dayak Indramayu” dinamakan dengan sebutan Sajarah Alam Ngaji Rasa. Menurut penjelasan salah seorang pengikut
senior dari Pak Takmad, “sajarah” adalah perjalanan hidup (awal, tengah, dan akhir)
berdasarkan ucapan dan kenyataan. Sementara itu, “alam” adalah sebagai ruang
lingkup kehidupan atau sebagai wadah kehidupan. Adapun
“ngaji rasa” adalah tatacara atau pola hidup manusia yang didasari dengan
adanya rasa yang sepuas mungkin harus dikaji melalui kajian antara salah dan
benar, dan dikaji berdasarkan ucapan dan kenyataan yang sepuas mungkin harus
bisa menyatu dan manusiawi, tanpa memandang ciri hidup, karena pandangan salah
belum tentu salahnya, pandangan benar belum tentu benarnya. “Oleh karena itu,
kami sedang belajar ngaji rasa dengan prinsip-prinsip jangan dulu mempelajari
orang lain, tapi pelajarilah diri sendiri antara salah dengan benarnya dengan
proses uji ada anak dan istri”, ungkapnya. Konsep-konsep ajaran ini tidak
didasarkan pada kitab suci, aliran kepercayaan, agama, maupun akar budaya
tertentu.
Mereka yang dianggapnya sangat bertanggungjawab terhadap
keluarga. harus dijalani dengan menjauhkan diri dari keramaian dunia yang
mengejar kesenangan duniawi. Tahap-tahap tersebut adalah : wedi sabar ngadirasa (ngajirasa) memahami benar-salah Pada awalnya, setiap manusia wedi –
wedian (takut, penakut) baik terhadap alam maupun lingkungan masyarakatnya.
Oleh karena itu, manusia harus mengembangkan perasaan sabar
dan sumerah diri dalam arti berusaha selaras dengan alam tanpa merusak alam.
Prinsipnya adalah jangan merusak alam apabila tidak ingin terkena murka alam.
Itulah yang disebut ngaji rasa atau ngadirasa. Setelah bersatu dan selaras
dengan alam, dalam arti mengenal sifat-sifat alam sehingga bisa hidup dengan
tenteram dan tenang karena mendapat lindungan dari manusia akan memahami
benar-salah dan selanjutnya dengan mudah akan mencapai pemurnian diri; manusia
tidak lagi memiliki kehendak duniawi. Cerminan dari manusia yang telah mencapai
pemurnian diri, yaitu manusia yang telah memahami benar-salah, tampak dalam
kehidupan sehari-harinya. Manusia yang telah mencapai tahap tersebut, akan
selalu jujur dan bertanggungjawab. Ngajirasa,
ajaran yang diakui sebagai jalan menuju pemurnian diri, mendidik setiap
pengikutnya untuk mengendalikan diri dari “TIGA TA” (harta, tahu wanita). Bagi
para pengikut yang telah menikah, suami harus sepenuhnya mengabdikan diri pada
keluarga. Suami tidak boleh menghardik, memarahi, atau berlaku kasar terhadap
anak dan isterinya. Oleh karena itu, perceraian merupakan sesuatu yang dianggap
pantang terjadi. Demikian juga, hubungan di luar pernikahan sangat ditentang.
“Jangan coba-coba berzinah apabila tidak ingin terkena kutuk sang guru,”
demikian salah seorang pengikut Pak Takmad mengungkapkan. Ngajirasa juga
mengajarkan untuk saling mengasihi kepada sesama umat manusia. Misalnya,
menolong orang yang sedang kesulitan walaupun berbeda kepercayaan, tidak
menagih utang kepada orang yang membiarkan orang yang berutang tersebut untuk
membayar atas kesadarannya sendiri.
Demikian juga dalam hal mendidik anak, sebaiknya tidak
terlalu banyak mengatur karena yang bisa mengubah sikap dan perilaku adalah
dirinya sendiri, bukan orang lain. Jalan menuju permurnian diri juga.
Konsepsi tentang
alam tampak dari keyakinan bahwa dunia berasal dari bumi segandu (bumi yang
masih bulat) bernama Indramayu. Bumi segandu kemudian menimbulkan lahar menjadi
daratan, kekayon, dan air. Setelah itu muncul alam gaib. yang mengendalikan
semua itu adalah Nur Alam.
Ritual
diawali dengan
a-sama.
Salah satu ba
Ana kita ana
sira,
wijile kita
cukule sira
jumlae hana
pira,
hana lima
Ana ne nin
Rohbana ya
rohbana Rohbana ya rohbana
Robahna
batin kita
Ning dunya
saba
nerimana,
uripana, warasana, cukulana, openana, bagusana”
Artinya
: Ada (pada) saya ada (pada) kamu, lahirnya aku tumbuhnya kamu, jumlahnya ada
berapa, Jumlahnya ada lima. Adanya di badan kita, Rohbana
Sungai tempat Kungkum
Siang
harinya, disaat sinar matahari sedang terik, berangsung mulai dari sekitar
jam 9 hingga tengah hari. (supaya) bagus. Selesai melantunkan Kidung dan Pujian
Alam, pemimpin kelomembeberkan cerita pewayangan tentang Kisah Pandawa Limreka,
Semar. Usai paparan wayang, Pak Takmad membpetuah kepada para pengikutnya. Paparan
wayang dan petuah lam. Usai itu, para lelaki menuju ke sungai yang terletak di
belakang benteng padepokan. Di sungai dangkal itu mereka berendam dalamuncul
hanya bagian mukanya saja. Mereka berendam hingga ini disebut kungkum.
Medar
(menceritakan)
cerita pewayangan, kungkum
Kegiatan secara masal
hanya dilakukan pada setiap malam Jum’at Kliwon.
Ritual-ritual
ini pada dasarnya adalah sebagai upaya mereka menyatukan diri dengan alam,
serta cara mereka melatih kesabaran. Semua ini dilakukan tanpa ada paksaan.
Komunitas
Suku Dayak Indramayu menjalankan ritual menyembah sang pencipta dan penguasa
alam semesta dengan 2 cara, yaitu laku pepe dan laku kungkum. Laku Pepe adalah
melakukan ritual dengan cara menjemur diri dibawah terik sinar matahari.
Sedangkan laku kungkum pelaksanaan ritual dengan cara berendam di dalam air
(sampai sebatas leher). Ritual ini dilakukan di dalam parit dekat padepokan
mereka pada pukul 24.00 hingga pukul 06.00. Saat pelaksanaan ritual mereka juga
menyanyikan kidung pujian seperti sebuah doa dalam bahasa jawa, yang dalam
bahasa jawa sering disebut uro-uro.
3.7 Bahasa
3.7 Bahasa
Bahasa Jawa Indramayu
merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari oleh suku dayak Indramayu pada
umumnya, baik dalam upacara adat maupun keagamaan.
3.8
Sistem Kesenian
Seni pada masyarkat
suku dayak indramayu meliputi seni sastra, seni music, seni bangunan dan
ukiran-ukiran.
3.8.1
Seni Sastra
Seni sastra di
kalangan suku dayak indramayu meliputi sastra lisan. Pada masyarkat suku dayak
Indramayu terkenal cerita pewayangan tentang Kisah Pandawa Limreka, Semar.
3.8.2
Seni Musik
Secara definitive,
musik adaah suara yang dapat memuaskan perasaan dan menggembirakan isi jiwa
(ekspresi). Di suku dayak Indaramayu, mereka juga mengenal kesenian music.
Biasanya saat melakukan ritual laku kungkum mereka juga
menyanyikan kidung pujian seperti sebuah doa dalam bahasa jawa, yang dalam
bahasa jawa sering disebut uro-uro.
3.8.3 Seni Bangunan dan
Ukir-ukiran
Tempat tinggal dan tempat
peribadatan (ritual) masyarakat suku dayak Indramayu dibentengi dengan dinding
yang cukup tinggi dan diberi ornamen lukisan-lukisan.
3.9
Sistem Mata Pencaharian
Komunitas
Suku Dayak Indramayu tidak menyantap telur atau makanan yang berasal dari
hewan. Mereka adalah vegetarian. Dalam prinsip mereka, hewan juga butuh untuk
hidup.
Dan lingkungan alam di sekitar mereka adalah lingkungan pertanian sawah dan
palawija. Maka dari itu Kebanyakan anggota komunitas
tersebut memiliki mata pencaharian sebagai petani dan buruh.
3.10
Sistem Pengetahuan
Pada umumnya pengetahuan
yang dimiliki kelompok suku dayak Indramayu masih kurang, mereka hanya tahu
bagaimana cara bertani karena mereka tidak mengenyam pendidikan sekolah.
3.11 Sistem Teknologi
Kelompok suku dayak
Indramayu sebagian sudah mengenal teknologi modern seperti traktor untuk
menggarap sawahnya.
3.12 Partisipasi Warga Kelompok Suku
Dayak IndramayuDalam Bidang Pemerintahan, Sosial, Dan Politik
Selama perjalanan
hidupnya, Takmad Diningrat, banyak mengalami penderitaan, kesengsaraan, dan
kemiskinan. Ia pun merasa kecewa dengan sikap dan perilaku para pemimpin
pemerintahan, para politisi dan pemimpin partai, serta para penganut agama yang
menurut pandangannya sudah banyak menyimpang dari hukum formal maupun
ajaran-ajaran agamanya. Ia berprinsip bahwa kebaikan dan kebenaran tidak bisa
dipaksakan, melainkan datang dari diri sendiri masing-masing orang. Oleh sebab
itu, ia dan para pengikutnya, tidak mau menjadi umat atau penganut dari salah
satu agama besar yang ada di Indonesia. Di samping itu, mereka pun tidak mau mengikatkan
diri dengan salah satu kelompok, golongan, maupun Partai Politik. Itu pula
sebabnya, ketika negara ini tengah melangsungkan pesta demokrasi Pemilihan
Umum, baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden, mereka memutuskan tidak
ikut memilih partai, dan mereka lebih memilih untuk tidak menggunakan hak
pilihnya.
Keengganan
mereka untuk terikat dengan aturan-aturan formal, terbukti dari keengganan
mereka membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP). Padahal kepemilikan KTP dan identitas
kependudukan atau kewarganegara yang telah cukup umur. Salah satu penyebab
keengganan warga kelopok ini untuk memenuhi hak sipil mereka adalah karena
adanya keharusan mengisi kolom agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dalam format KTP, sementara mereka tidak mengikatkan diri pada salah satu agama
maupun Organisasi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal hubungan
kemasyarakatan, mereka biasa bergaul dengan warga masyarakat sekitar walaupun
sangat terbatas, karena penampilan keseharian mereka yang sangat berbeda dengan
warga masyarakat lainnya. Warga masyarakat sekitar mereka dalam keseharian
biasa mengenakan baju kemeja atau kaos oblong (nglambi), sedangkan warga
Suku Dayak Indramayu tidak.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan
sepintas, penulis dapat merumuskan beberapa kesimpulan mengenai komunitas suku
Dayak Hindu – Budha ini antara lain :
1.
Suku
Dayak Hindu – Budha Bumi Segandu Indramayu, adalah sebuah komunitas independen,
yang tidak mengikatkan diri pada salah satu agama, organisasi kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maupun partai politik tertentu, maupun organisasi
kemasyarakatan.
2.
Warga
komunitas ini meyakini ajaran yang diajarkan oleh pimpinan mereka, Takmad
Dinigrat, yang disebut dengan ajaran “Sajarah Alam Ngaji Rasa”. Inti ajaran ini
adalah mencari kebenaran, melalui penyatuan diri dengan alam, pemuliaan
terhadap lingkungan alam, pengabdian kepada keluarga, berperilaku jujur dan
sabar.
3.
Istilah
“Suku Dayak” yang mereka kenakan sebagai identitas kelompok ini, bukanlah
“suku” dalam etnik (suku bangsa), melainkan sebuah istilah dalam bahasa Jawa
Indramayu. Demikian pula kata “Dayak” bukan dalam arti suku bangsa Dayak,
melainkan juga diambil dari kata dalam bahasa Jawa Indramayu, yang artinya
menyaring/memilih.
4.
Pemimpin
kelompok ini telah mengalami banyak kekecewaan hidup yang menimbulkan sikap
apatis mereka terhadap aturan-aturan formal pemerintah, maupun hak-hak sipil
mereka. Sikap ini kemudian diikuti oleh para pengikutnya.
Dalam pengamatan
penulis, kelompok ini cenderung lebih mengarah pada suatu kelompok aliran
kepercayaan, ketimbang kelompok suku bangsa sebagaimana mereka
mengidentifikasikan dirinya sebagai suku Dayak Hindu – Budha. Kesatuan dan
kebersamaan mereka lebih didasari oleh adanya keyakinan bersama akan kebenaran
ajaran yang diberikan oleh pemimpin mereka kepada warganya.
Implikasi dari sering
adanya bantuan dari luar yang diterima oleh kelompok ini, baik dari perorangan
maupun kelembagaan, telah menimbulkan kekhawatiran pada pihak Pemerintah Daerah
setempat, antara lain :
·
dikhawatirkan oleh Pemerintah Daerah Setempat akan
menimbulkan kecemburuan sosial dari warga masyarakat di sekitarnya.
·
Semakin banyak warga masyarakat di sekitarnya yang
tertarik dengan ajaran-ajaran mereka, terlebih dengan banyaknya bantuan dari
pihak luar, sehingga menarik warga
masyarakat di sekitarnya untuk bergabung dengan komunitas ini. Padahal
komunitas ini belum mendapat pengakuan dari Pemerintah Daerah Setempat.