Minggu, 15 Juli 2012

RESUME DASAR-DASAR LOGIKA PENGARANG ALEX LANUR OFM


BAB I
APAKAH LOGIKA ITU?

1.      Apakah logika itu?
Secara singkat dapat dikatakan ; logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat).
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok yang teerentu. Kumpulan ini merupakan suatu kesatuan yang sistematis serta memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Penjelasan seperti ini terjadi dengan menunjukkan sebab-musababnya.
Logika juga merupakan ilmu pengetahuan dalam arti ini. Lapangan ilmu pengetahun ini ialah azas-azas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepatv dan sehat. Agar dapat erpikir lurus, tepat dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan serta menerapkan hokum-hukum yang harus ditepati.
Berpikir adalah obyek material logika. Yang dimaksudkan dengan berpikir disini ialah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir manusia “mengolah’, ‘mengerjakan’ pengetahuan yang diperolehnya. Dengan ‘mengolah’ dan ‘mengerjakannya’ ia dapat memperoleh kebenaran. Karena itu obyek material logika bukanlah bahan-bahan kimia atau salah satu bahasa.
2.      Macam-macam logika
Logika dibedakan dua macam. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua macam logika itu ialah logika kodratiah dan logika ilmiah.
2.1     Logika Kodratiah
Akal budi dapat bekerja menurut hokum-hukum logika dengan cara yang spontan. Tetapi dalam hal-hal yang sulit baik akal budinya maupun seluruh diri manusia dapat dan nyatanya dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Selain itu perkembangan pengetahuan manusia sendiri masih terbatas.
            Hal-hal ini menyebabkan bahwa kesesatan tidak dapat dihindari. Namun dalam diri manusia itu sendiri juga terasa adanya kebutuhan untuk menghindari kesesatan itu. Untuk menghindarkan kesesatan itu diperlukan suatu ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam srtiap pemikiran, karena itu muncullah
2.2  Logika ilmiah
Logika ini membantu logika kodratiah. Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Berkat pertolongn logika ini dapatlah akal budi bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman.

3.      Sejarah ringkas logika
3.1  Yunani kuno
Penemuan sebenarnya terjadi oleh aristoteles, theoraparus, dan kaum Syoa. Aristoteles meninggalakan 6 buah buku yang oleh murid-muridnya diberi nama to Organon. Keenam buku itu adalah Catorigae (tentang pengertian-pengertian), De Interpretatione (tentang keputusan-keputusan), Analytica Posteriora 9tentang pembuktian), Topica (tentang metode berdebat) dan De Sophistic Elencis (tentang kesalahan-kesalahn berpikir).
            Theopratus mempertimbangkan logika aristoteles ini. Sedangkan kaum Stoa, terutama Chryppus mengajukan bentuk-bentuk berpikir sistematis. Logika lalu mengalami sistematisasi. Kemudian logika mengalami dekadensasi. Logika menjadi sangat dangkal dan sederhana sekali.
3.2  Abad Pertengahan (abad IX-XVI)
Pada masa itu masih dipakai buku-buku, seperti De Interpretatione dan Categoriae (aristoteles), Eisagoge (porphyus) dan Boethius ( abad XII-XIII). Ada usaha untuk mengadakan sistematisasi dan komentar-komentar. Usaha ini dikerjakan oleh Thomas Aquinas dan kawan-kawannya. Mereka juga serentak mengembangkan logika yang sudah ada.
3.3  Eropa modern (abad XVII-XVIII/XX)
Masa ini juga disebut masa penemuan-penemuan yang baru. Francis Bacon megembangkan metode induktif. Ini terutama dinyatakannya dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. W. Leibnitz menyusun logika aljabar. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih memberikan kepastian.
3.4  India
Logika lahir karena Sri Gautama sering berdebat dengan golongan hindu fanatic yang menentang ajaran kesusilaannya. Dalam Nyaya Sutra logika diuraikan secara sistematis. Ini mendapat komentar dari Prasastapada. Kemudian logika terus diakui sebagai metode berdebat. Lantas muncullah berbagai komentar seperti yang dibuat oleh Uddyotakara, Udayana, dll.
3.5  Indonesia
Nampaknya logika belum begitu dipahami maknanya. Baru sedikit orang orang saja yang menaruh perhatian secara ilmiah pada logika.  Maka dari itu kini perlu usaha untuk memperluas. Dan usaha itu untuk mempertinggi taraf inteleginsi setiap orang Indonesia seluruhnya.
4.      Pembagian logika
4.1              Logika memang menyelidiki hokum-hukum pemikiran. Penyelidikan itu terjadi dengan menguraikan unsure-unsur pemikiran tersebut. Penguraian unsure-unsur tersebut menunjukkan bahwa pemikiran manusia sebenarnya terdiri dari unsure-unsut berikut. Unsure yang pertama ialah pengertian.  Kemudian pengertian-pengertian tersebut disusun sehingga menjadi keputusan-keputusan. Setelah itu disusun sehingga menjadi penyimpulan-penyimpulan.
4.2              Ketiga unsure yang baru disebut ini merupakan 3 pokok kegiatan akal budi manusia. Ketiga pokok kegiatan akal budi itu ialah:
1.      Menangkap sesuatu sebagaimana adanya
2.      Memberikan keputusan
3.      Merundingkannya
5.  Pentingnya belajar logika
Logika membantu orang untuk berpikir lurus, tepat dan teratur. Dengan berpikir demikiania dapat memperoleh kebenaran dan menghindari kesesatan. Dalam semua bidamg kehidupan manusia menggunakan pikirannya. Ia juga mendasari tindakan-tindakannya atas pemikiran itu.












BAB II
PENGERTIAN

1.      Pengertian
1.1  Pengertian
Pengertian adalah suatu gambar akal budi yang abstrak, yang batiniah, tentang inti sesuatu.
1.2  Kata
Berpikir terjadi dengan menggunakan kata-kat akal budi. Kita menggunakan kata-kata, kalu kita mau menyatakan apa yang kita pikirkan. Dengan ini jelaslah kiranya bahwa obyek logika di sini hanyalah tanda-tanda yang berarti (= kata-kata yang merupakan tanda atau pernyataan pikiran dan sesuatu yang dinyatakan dengan pengertian).
1.3  Term
Tetapi pengertian (kata) juga dapat diselidiki dari sudut yang lain. Sudut yang lain itu adalah sudut fungsinya dalam suatu keputusan (kalimat) atau sebagai unsure padanya. Yang disebut term dalah kata atu rangkaian kata yangb berfungsi sebagai subyek atau predikat dalam suatu kalimat. Contoh : ‘anjing itu tidur’. Anjing itu daalh subyek; tidur adalahpredikat kalimat. Dalam lohika, kata-kata hanya penting sebagai term. Artinya, kata-kata itu hanya penting sebagai subyek atau predikat dalam suatu kalimat.
2.      Isi dan luas pengertian
2.1              Isi pengertian adalah semua unsure yang termuat dalam suatu pengertian. Isi pengertian dapat dapat ditemukan dengan menjawab pertanyaan : manakah bagian-bagian suatu pengertian tertentu? unsur-unsur itu meliputi semua unsure pokok, unsure hakiki, serta semua unsure yang langsung diturunkan dari unsure pokok itu. Unsure pokok, hakiki adalah unsure yang menunjukkan inti sesuatu. Tapi unsure-unsur itu tidak mencakup unsure-unsur yang tidak hakiki. Kita ambil pengertian ‘manusia’, misalnya. Pengertian ‘manusia’ itu mengandung unsure-unsur pokok, seperti ‘berada’,’material’, ‘berbadan’, ‘hidup’, ‘dapat berbicara’, makhluk sosial’, dsb. Tetapi pengertian ‘manusia’ itu tidak mengandung unsure-unsur, seperti ‘berkulit hitam’, ‘berkebangsaan Indonesia’, ‘berambut keriting’, dsb.
2.2              Selanjutnya luas pengertian adalah benda-benda (lingkunagan realitas) yang dapat dinyatakan oleh pengertian tertentu.
2.3              Akhirnya, antara isi dan luas pengertian terdapat suatu hubungan. Adanya hubungan itu kiranya tidak dapat disangkal. Tetapi manakah sifat hubungan itu? Sifatnya dapat dijabarkan : semakin banyak isinya, semakin kecil luas (daerah lingkup)nya. Semakin banyak isinya hanyalah menyatakan bahwa benda yang ditunjukkan itu menjadi semakin konkret, nyata dan tertentu dan sebaliknya semakin sedikit isinya, semakin luas libngkungannya.
3.      Pembagian kata-kata
Arti setiap kata dapat dilihat dari 2 sudut. Yang pertama ialah arti kata dilihat sebagia sesiuatu yang berdiri sendiri. Arti kata itu dilihat terlepas dari fungsinya dalam suatu kalimat. Yang kedua ialah arti kata dilihat dari sudut fungsinya dalam suatu kalimat konkret. Yang akhir ini biasanya disebut ‘suposisi term’. Dan yang dimaksudkan dengan ‘suposisi’ itu dalah arti khusus suatu term dalam kalimat tertentu dipandang dari sudut arti, isi dan luasnya.
3.1  Kalau dibagikan menurut artinya, terdapat kata-kata :
1.      univok (sama suara, sama artinya). Artinya kata yang menunjukkan pengertian yang sama pula. Kata ‘anjing’ misalnya, hanya menunjukkan ‘pengertian’ yang dinyatakan oleh kata itu saja.
2.      Ekuivok (sama suara, tapi tidak sama artinya). Kata yang menunjukkan pengertian yang berlain-lainan. Kata ‘genting’ misalnya, menunjukkan arti ‘atap rumah’, tetapi juga ‘suatu keadaan yang gawat’;
3.      Abalog (sama suara, sedangkan artinya di satu pihak ada kesamaannya, di lain pihak ada perbedaannya). Kata yang menunjukkan banyak barang yang sama, tetapi serentak juga berbeda-beda dalam kesamaannya itu.
3.2  Selanjutnya, kalu dilihat dari sudut isinya, terdapatlah kata-kata :
1.      abstrak, yang menunjukkan suatu bentuk atau sifat tanpa bendanya (misalnya, ‘kemanusiaan’, keindahan’)
2.      kolektif, yang menunjukkan suatu kelompok (misalnya, ‘tentara’) dan individual, yang menunjukkan suatu indivisu saja (misalnya, ‘narto’ = nama anggota tentara)
3.      sederhana, yang terdiri dari satu cirri saja (misalnya, kata ‘ada’ yang tidak dapat diuraikan lagi)
3.3  dan akhirnya menurut luasya dapat dibedakan :
1.      Term singular. Term ini dengan tegas menunjukkan satu individu, barang atu golongan tertentu. Misalnya,Slamet, orang itu, kesebelasan itu, yang terpandai, dsb.
2.      Term particular. Term ini menunjukkan hanya sebagian saja dari seluruh luasnya. Artinya, menunjukkan lebih dari satu, tetapi tidak semua bawahnnya. Missal, beberapa mahasiswa, kebanykan orang, dsb.
3.      Term universal. Term ini menunjukkan seluruh lingkungan dan bawahannnya masing-masing, tanpa ada yang dikecuali. Missal, semua orang, setiap guru, kera adalah binatang, dsb.


BAB III
PEMBAGIAN (PENGGOLONGAN) DAN DEFINISI

1.      Pembagian (penggolongan)
Yang dimaksudkan dengan pembagian (penggolongan) ialah suatu kegiatan akal budi tertentu. Dalam kegiatan itu akal budi mengurakan, ‘membagi’, ‘menggolongkan’ dan menyusun pengertian-pengertian dan barang-barang terytentu. Penguaraian dan penyusunan itu diadakan menurut kesamaan dan perbedaannnya.
1.1  Ada bermacam-macam cara untuk mengadakan pembagian (penggolongan) itu.
  1. Pembagian (penggolongan) itu harus lengkap. Artinya, kalu kita membagi-bagikan suatu hal, maka bagian-bagian yang diperincikan harus mencakup semua bagiannya.
  2. Pembagian (penggolongan) itu harus sungguh-sungguh memisahkan. Artinya, bagian yang satu tidak boleh memuat bagian yang lain.
  3. Pembagian (penggolongan) itu harus menggunakan dasar, prinsip yang sama.
  4. Pembagian (penggolongan) itu harus sesuai dengan tujuan yang mau dicapai.
1.2  Semua yang dikatakan tentang pembagian (penggolongan) ini asda beberapa kesulitan yaitu :
1.      Apa yang benar untuk keseluruhan, juga benar untuk bagian-bagiannnya. Tetapi apa yang benar untuk bagioan-bagian, belum pasti juga benar untuk keseluruhannya.
2.      Adanya keragu-raguan tentang apa atu siapa yang sebenarnya masuk ke dalam kelompok yang tertentu. Hal ini terjadi karena tidak mudahnya membedakan golongan yang satu dari golongan yang lainnya dengan tegas.
3.      Karena tidak berfikir panjang, orang cenderung mengambil jalan pintas. Jalan pintas itu sendiri sering kali berbentuk; menggolongkan barang, benda, dan orang hanya atas dua golongan saja.
2.      Definisi
Kata ‘definisi’ berasal dari kata ‘definitio’, yang berarti ‘pembatasan’. Atas dasr ini dapatlah dikatakan bahwa definisi mempunyai tugas tertentu. Tugas tertentu itu ialah menentukan batas suatu pengertian dengan tepat, jelas dan singkat. Maka definisi berarti suatu susunan kata yng tepat, jelas dan singkat untuk menentukan batas pengertian yang tertentu.
2.1              Ada 2 macam definisi itu. Yang ;pertama disebut definisi nominal. Definisi ini juga disebut definisi menurut katanya. Definisi ini juga disebut definisi menurut katanya. Definisi ini merupakan suatu cara untuk menjelaskan sesuatu dengan menguraikan arti katanya. Hal itu terjadi dengan menghubungkan pengertian yang tertentu dengan sebuah kata.
2.2              Definisi ini dapat dinyatakan dengan beberapa cara
1.      Dengan menguraikan asal-usul (etimologi) kata atau istilah yang tertentu.
2.      Namun arti kata tersebut seringkali masih belunm jelas juga. Karena itulah perlu orang melihat arti manakah yang lazim dikenakan orang banyak pada kata atu istilah yang tertentu. Untuk mengetahuinya perlulah orang melihat arti kata itu sebagaimana diterangkan di kamus.
3.      Akhirnya definisi ini juga dapat dinyatakan dengan menggunakan sinonim. Hal ini terjadi dengan menggunakan kata yang sama artinya, yang lazim dipakai dan yang dimengerti oleh umu. Misalnya ‘budak’ dijelaskan denagn menggunakan ‘hamba’.
2.3              Definisi yang lain itu disebut definisi real. Efinisi ini emperlihatkan hal (benda) yang dibatasinya. Dan hal itu terjadi dengan menyajikan unsure-unsur atau cirri-ciri menyusunnya. Definisi ini selalu majemuk. Artinya definisi itu terdiri dari 2 bagian. Bagian yang pertama menyatakan unsure yang menyerupai hal (benda) yang tertentu dengan hal (benda) lainnya. definisi Bagian yang kedua menyatakan unsure yang membedakannya dari sesuatu yang lain.
2.4              Definisi real ini dapat dibedakan menjadi :
1.      Definisi hakiki (esensial). Definisi ini sunggiuh-sungguh menyatakan hakekat sesuatu. Hakekat sesuatu adalah suatu pengertian yang abstrak, yang hanya mengandung unsure-unsur pokok yang sungguh-sungguh perlu untuk memahami suatu golongan (species) yang lain, sehingga sifat-sifat golongan tersebut tidak termasuk ke dalam hakekat sesuatu itu.
2.      Definisi gambaran (lukisan). Definisi ini menggunakan cirri-ciri khas sesuatu yang akan diseinisikan. Missal, semua burung agagk hitam.
3.      Definisi yang menunjukkan maksud tujuannya sesuatu. Missal, arloji adalh suatu alt untuk menunjukkan waktu, yang disusun hingga dapat dimasukkan dalam saku atau diikat di lengan.
4.      Sering kali definisi diadakan hanya dengan menunjukkan sebab-musabab sesuatu. Missal, gwerhana bulan terjadi karena bumi berada di antara bulan dan matahari.
2.5              Ada beberapa peraturan yang perlu ditepati :
1.      definisi harus dibolak-balikan dengan hal yang didefinisikan. Artinya, luas keduamya haruslah sama. Missal, ‘hewan yang berakal budi’ harus dapat dibolak-balikan dengan ‘manusia’.
2.      Definisi tak boleh negative, kalau dapat dirumuskan secara positif. Missal, logika bukanlah suatu pengetahuan tentang barang-barang purbakala.
3.      Apa yang didefinisikan tidak boleh masuk ke dalam definisi. Kalau hal  kita jatuh dalam bahaya yang terjadi disebut ‘circulus in definiendo’
4.      Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bahasa yang kabur, kiasan atau mendua arti. Kalau hal itu terjadi, definisi itu tidak mencapai tujuannya.















BAB IV
KEPUTUSAN

1.      Pengertian adalah bagian dari keputusan
Keputusan adalah suatu perbuatan tertentu dari manusia. Dalam dan dengan perbuatan itu dia mengakui atau memungkiri kesatuan atau hubungan antar dua hal.
Dalam definisi ini terkandung beberapa unsure :
-          Perbuatan manusia. Sebenarnya seluruh diri manusialah yang bekerja dengan akal budinya.
-          ‘Mengakui atau memungkiri’. Inilah yang merupakan inti suatu keputusan.
-          ‘Kesatuan antara dua hal’. Hal yang satu adalah subyek, dan hal yang lain adalah predikat.
1.1              Kata merupakan pernyataan lahiriah dari pengertian. Keputusan juga mempunyai penampakan lahirnya. Penampakan lahirnya adalah kalimat. Dan kalimat adalah satuan, keputusan khususnya dilahirkan dalam kalimat berita.
1.2              Maka keputusan (kalimat) adalah satu-satunya ucapan yang ‘benar’ atau ‘tidak benar’. Artinya, keputusan selalu mengakui atau memungkiri kenyataan.
2.      Unsure-unsur keputusan
2.1  Keputusan mengandung 3 unsur:
  1. Subyek (sesuatu diberi keterangan)
  2. Predikat (sesuatu yang menerangkan tentang subyek)
  3. Kata penghubung (pernyataan yang mengakui atau memungkiri hubungan antara subyek dan predikat)
2.2  Namun perlu dicatat:
1.      keputusan (kalimat) sering tak Nampak dalam susunan yang sederhana ini. Karna itu untk mempermudah analisa logika, sering kali perlulah keputusan-keputusan (kalimat-kalimat) tersebut dijabarkan menjadi keputusan-keputusan dengan bentuk pokok Subyek (S) = predikat (P) atau S ≠ P. misalnya: ‘dia telah mencuri buah-buahan itu’ menjadi ‘dia adalah orang yang mencuri buah-buahan itu’.
2.      Term subyek sering juga disebut sebagai subyek logis. Subyek logis itu tidak selalu sama dengan subyek kalimat menurut tatabahasa.
3.      Macam-macam keputusan
3.1  Berdasarkan sifat pengakuan dan pemungkiran dapat dibedakan menjadi:
  1. Keputusan kategoris. Dalam keputusan ini predikat (P) menerangkan subyek (S) tanpa syarat.
  2. Keputusan hipotetis. Dalam keputusan ini predikat (P) menerangkan subyek (S) dengan suatu syarat, tidak secara mutlak.
3.2  Keputusan kategoris (Tunggal):
  1. berdasarkan materinya dapat dibedakan :
§  keputusan analitis dan keputusan sintetis
keputusan analitis ialah keputusan dimana predikat (P) menyebutkan sifat hakiki, yang pasti terdapat dalam subyek (S). dan keputusan sintetis adalah keputusan dimana presdikat (P) menyebutkan sifat yang tak hakiki, tak niscaya yang terdapat pada subyek (S), tapi dapat dikaitkan dengan subyek (S) itu.
  1. Berdsarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi keputusan positif dan negative. Yang dimaksudkan dengan keputusan positif ialah keputusan dimana predikat (P) dipersatukan dengan subyek (S) oleh kata penghubung.
  2. Akhirnya, berdasrkan luasnya, dapat dibedakan menjadi keputusan universal, particular dan singular. Keputusan universal ialah keputusan dimana predikat meneraangkan seluruh luas subyek. Missal: semua orang mati. Keputusanpartikular ialah keputusan dimana predikat menerangkan sebagian dari seluruh luas subyek. Missal: beberapa orang dapatmati. Kepiutusan singular ialah keputusan dimana predikat menerangkan satu barang (subyek) yang ditunjukkan dengan tegas. Missal: Tukiman dapat mati.
4.      Keputusan A, E, I, O
Dilihat dari sudut bentuk dan luasnya, keputusan dapat dibedakan menjadi:
  1. Keputusan A : Keputusan afimatif (positif) dan universal (singular).
Missal: semua mahasiswa IKIP lulus; besi itu logam.
  1. Keputusan E : Keputusan negative dan universal (singular).
Missal: kera bukan tikus; semua yang rohani tak dapat binasa.
  1. Keputusan I : Keputusan afirmatif (positif) dan particular.
Missal: beberapa rumah retak karena gempa bumi; tidak semua yang harum adalah bunga mawar.
  1. Keputusan O : Keputusan negative dan particular
Missal: beberapa orang tak suka tertawa; banyak orang tak suka makan ketimun.
5.      Lukas predikat
5.1  Ketentuan yang menyangkut luas predikat :
  1. Dalam keputusan afirmatif, seluru isi predikat diterapkan pada isi subyek atau dipersatukan dengan isi subyek itu. Missal: kera adalah binatang.
  2. Dalam keputusan negative, isi prtedikat tidak diterapkan pada subyek atau dipersatukan dengan subyek itu. Missal: anjing bukan ayam.
5.2  Dan dalam hubungan ini disajikan hokum untuk luas predikat itu.
1.      Predikat adalah singular, jika dengan tegas menunjukkan satu individu, barang atu golongan yang tertentu. Missal: dialah yang pertama-tama melihat ular itu.
2.      Dalam keputusan afirmatif, prediakt particular (kecuali kalau ternyata singular). Subyek dipisahkan dari predikat dan sebalinya.













BAB V
PEMBALIKAN DAN PERLAWANAN

1.      Pembalikan
Membalikkan adalah mengganti subyek dan predikat, sehingga dulunya subyek, sekarang menjadi predikat, dan yang dulunya subyek, tanpa mengurangi keputusan itu.
1.1  Macam-macam pembalikan :
1.      Pembalikan seluruhnya. Adalah pembalikan dimana luasnya tetap sama.
2.      Pembalikan sebagian, ialah pembalikan dari keputusan universal menjadi keputusan particular.
1.2  Hukum-hukum pembalikan.
  1. Keputusan A hanya boleh dibalik menjadi I.
Missal: ‘semua kera adalah binatang’ hanya bisa dibalik menjadi ‘beberapa binatang adalah kera’.
  1. Keputusan E selalu boleh dibalik.
Missal : ‘semua ayam bukan tikus’ bisa dibalik menjadi ‘semua tikus bukan ayam’ atau ‘beberapa tikus bukan ayam’.
3.      Keputusan I hanya dapat dibalik menjadi keputusan I lagi.
Missal : ‘Beberapa orang itu sakit’ dapat dibalik menjadi ‘beberapa yang sakt itu orang’
  1. Keputusan O tidak dapat dibalik.
Missal : ‘ada manusia yang bukan dokter’ tidak dapat dibalik menjadi ‘ada dokter yang bukan manusia’.
2.      Perlawanan
2.1  Kalau dibandingkan satu sama lain, nampaklah bahwa keputusan-keputusan berlawanan
1.      Menurut bentuknya. Disebut perlawan ‘kontraris dan’subkontraris’ (A – E; I – O)
2.      Menurut luasnya. Disebut perlawanan ‘altern’ (A – I; E – O)
3.      Baik menurut bentuk maupun luasnya. Disebut perlawanan ‘kontradiktoris’ (A – O; E – I)
2.2  Contoh perlawanan
1.      Perlawanan kontradiktoris ( A – O; E – I)
o   Jika yang satu benar, yang lain tentu salah;
o   Jika yang satu salah, yang lain tentu benar;
o   Tidak ada kemungkinan yang ketiga.
2.                  Perlawan kontraris (A – E)
o   Jika yang satu benar, yang lain tentu salah;
o   Jika yang satu salah, yang lain dapat benar, tetapi juga dapat salah;
o   Ada kemungkinan yang ketiga, yakni keduanya sama salah.
3.                  Perlawanan sub kontraris (I – O)
o   Jika yang satu salah, yang lain tentu benar;
o   Jika yang satu benar, yang lain dapat salah tetapi juga dapat benar;
o   Ada kemungkinan yang ketiga, yakni tidak dapat keduanya sama-sama salah. Keduanya dapayt sama-sama benar.
4.      Perlawanan subaltern (A – I; E – O)
o   Jika yang universal benar, yang particular juga benar;
o   Jika yang universal salah, yang particular dapat benar, tapi juga dapat salah;
o   Jika yang particular benar, yang universal dapat salah, dapat benar;
o   Jika yang particular salah, yang universal juga salah;
o   Singkatnya; kedua-duanya dapat benar, tapi juga dapat salah; mungkin  pula yang satu benar, yang lain salah.
Seluruh hokum ini dapat disingkat sebagai berikut:
Jika A benar, maka E salah, I benar dan O salah.
Jika E benar, maka A salah, I salah dan O benar.
Jika I benar, maka E salah, sedangkan baik A maupun O tak pasti.
Jika O benar, maka A slah, sedangkan baik E maupun I tak pasti.

Jika A salah, maka O benar, sedangakan baik E maupun I tak pasti.
Jika E salah, maka I benar, sedangkan baik A maupun O tak pasti.
Jika I salah, maka A slah, E benar, O benar.
jikaO salah, maka A benar, E salah, I benar.


BAB VI
PENYIMPULAN

1.      Penyimpulan adalah suatu kegiatan manusia yang tertentu. Dalam dan dengan kegiatan itu ia bergerak menuju ke pengetahuan yang baru, dari pengetahuan yang telah dimilikinya dan berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya itu.
2.      Macam-macam penyimpulan
2.1  Dari sudut bagaimana terjadinya, kita menemukan :
  1. Penyimpulan yang langsung (secara intuitif)
Dalam penyimpulan ini tidak diperlukan pembuktian-pembuktian.
  1. Penyimpulan ini tak langsung.
Penyimpulan ini diperoleh dengan menggunakan term-antara (M).
2.2  Juga dapat dilihat dari sudut isi (benar) dan bentuk (lurus)nya. Kesimpulan pati benar :
  1. Apabila premisnya benar dan tepat. Hal ini adalah susut material penyimpulan.
  2. Apabila jalan pikirannya lurus. Artinya, hubungan anatar premis dan kesimpulannya harus lurus. Dan inilah sudut formal suatu penyimpulan.
3.      Hukum-hukum yang berlaku untuk segala macam penyimpulan.
1.      Jika premis-premis benar, maka kesimpulan juga benar;
2.      Jika premis-premis salah, maka kesimpulan dapat salah, dapat benar;
3.      Jika kesimpulan salah, maka premis-premis juga salah;
4.      Jika kesimpulan benar, maka premis-premis dapat benar, dapat juga salah.
Dengan ini dikatakan bahwa:
1.      Jika premis-premis benar, tetapi kesimpulan salh, mak jalan pikirannya (bentuknya) tidak lurus;
2.      Jika jalan pikirannya memang lurus, tetapi kesimpulannnya tak benar, maka premis-premisnya salah.















BAB VII
SILLOGISME KATEGORIS

1.      Sillogisme adalah setiap penyimpulan, dimana dari dua keputusan (premis-premis) disimpulakan suatu keputusan yang baru (kesimpulan).
2.      Ada dua macam sillogisme:
o   Sillogisme kategoris, adalah silogisme yang premis-premis dan kesimpulannya berupa keputusan kategoris. Dapat dibedakan menjadi:
a.       Sillogisme kategoris tunggal, kaena terdiri 2 premis
b.      Sillogisme kategoris tersusun, karena terdiri tas lebih dari dua premis
o   Sillogisme hipotetis, adalah sillogisme yang terdiri atas satu premis atau lebih yang berupa keputusan hipotetis. Dan silogisme ini dapat dibedakan menjadi
a.       Sillogisme (hipotetis) kondisional, yang ditandai dengan ungkapan : jika ….. (maka)….. ;
b.      Sillogisme (hipotetis) disyungtif, yang ditandai dengan ungkapan : atau ….., atau …., ;
c.       Sillogisme (hipotetis) konyungtif, yang diatandai dengan ungkapan : tidak sekaligus ….. dan …..
3.   Sillogisme kategoris tunggalmerupakan bentuk sillogisme yang terpenting. Sillogisme ini terdiri dari 3 term, yakni subyek (S), predikat (P) dan term-antara (M).


Biasanya sillogisme ini dibagankan sbb:
            Setiap manusia dapat mati      M – P
            Budi adalah manusia               S – M
            Jadi, Budi dapat mati              S – P
4.                  Ada hukum-hukum yang perlu ditepati dalam silogisme kategoris. Hokum itu dibedakan dalam 2 kelompok. Kelompok yang satu menyangkut term,-term dan yang satu lagi menyangkut keputusan-keputusan.
4.1     Yang menyangkut term-term
  1. Sillogisme tak boleh mengandung lebih atau kurang dari 3 term.
  2. Term-antara (M) tak boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan.
  3. Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tak boleh lebih luas dari premis-premis.
  4. Term-anatar (M) harus sekurang-kurangnya satu kali universal.
4.2  Yang menyangkut keputusan-keputusan
  1. Jika kedua premis afirmatif atau positif, maka kesimpulannya harus afirmatif atau positif pula.
  2. Kedua premis tak boleh negative.
Missal: Batu bukan binatang.
            Anjing bukan batu.
            Jadi anjing bukan binatang.
  1. Kedua premis tak boleh particular.
Missal: Ada orang kaya yang tak tentram hatinya.
            Banyak orang jujur tentram hatinya.
            Jadi orang-orang kaya tak jujur.
  1. Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah. Kepurusan particular adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan yang universal. Keputusan negative adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingakn dengan keputusan afirmatif atau positif.
Karna itu,
o   Jika salah satu premis particular, kesimpulan juga harus particular;
o   Jika salah satu premis negative, kesimpulan juga harus negative;
o   Jika salah satu premis negative dan particular, kesimpulan juga harus negatifd dan particular. Kalau tidak, ada bahaya ‘latius hos’ lagi.
Missal: Beberapa anak puteri tidak jujur.
Semua anak puteri itu manusia.
 Jadi beberapa manusia tidak jujur.








BAB VIII
SILLOGISME HIPOTETIS

1.                  Sillogisme hipotetis terdiri atas sillogisme (hipotetis) kondisional, sillogisme (hipotetis) disyungtif dan sillogisme (hipoitetis) konyungtif.
1.1  Sillogisme (hipotetis) kondisional
Sillogisme ini adalah sillogisme yang premis majornya berupa keputusan kondisional. Keputusan kondisional itu terdiri atas dua bagian, yaitu : jika …., maka …. Bagian yang stu dinyatakan benar, kalu syarat yang dinyatakan dalam bagian yang lainnya terpenuhi.
1.2  Hukum-hukum sillogisme (hipotetis) kondisional, bunyinya:
  1. Kalau antecerdesnya benar (dan hubungannnya lurus), maka consequens (kesimpulan)nya juga benar.
  2. Kalau consequens (kesimpulan)nya salah (dan hubungannya lurus), maka antecedesnya juga salah.
Jika antecedesnya disebut A, dan consequensnya B, akan terjadilah berikut ini,
o   Jika A benar (artinya: benar hujan), B juga benar (artinya: aku ytidak pergi)
o   Jika B salah (artinya: aku tidak pergi), A juga salah (artinya: tidak hujan)
o   Jika A slah (artinya: tidak hujan), B dapat salah juga dapat benar (artinya: belum pasti aku pergi)
o   Jika B benar (artinya: aku tidak pergi), A dapat salah dapat juga benar (artinya: belum pasti hujan)
2.      Sillogisme (hipotetis) disyungtif
Sillogisme ini adalah sillogisme yang premis majornya terdiri dari keputusan disyungtif. Premis minor mengakui atau memungkiri salah satu kemungkinan yang sudah disebut dalam premis major. Kesimpulan mengandung kemungkinan yang lain.
2.1  Sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti sempit
Sillogisme ini hanya mengandung dua kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang. Keduanya tak dapat sama-sama benar. Dari dua kemungkinan itu hanya satulah yang dapat benar.
Missal :            Ia masuk atau tidak masuk ( = tinggal di luar)
                  Ia masuk.
                  Jadi, ia tidak masuk ( = ia tidak tinggal di luar).
2.2  Sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti yang luas.
Dalam sillogisme ini terdapat dua kemungkinan yang harus dipilih. Tetapi dua kemungkianan ini dapat sama-sama benar juga.
Missal :            Dialah yang pergi atau saya (premis major disyungtif dalam arti yang luas).
Dia pergi.
Jadi, (tidak dapat disimpulkan bahwa ‘saya tidak pergi’)
Contoh ini menunjukkan adanya kemungkinan yang ketiga. Kemungkinan itu ialah : dia dan saya pergi bersama-sama.
2.3  Sillogisme (disyungtif) dalam arti sempit Nampak dalam dua corak.
-          Corak yang satu ialah : mengakui bagian disyungsi dalam premis minor. Bagian yang lainnya dimungkiri dalam kesimpulan, corak ini disebut ‘modus ponens tollens’.
Missal :      Mobil kita diam atau tidak diam (bergerak).
            Karena diam, jadi tidak bergerak (tidak tidak diam).
3.      Sillogisme (hipotetis) konyungtif
Sillogisme ini adalah sillogisme yang premis majornya berupa keputusan konjungtif. Keputusan konjyungtif adalh keputusan dimana persesuaian beberapa predikat untuk satu subyek disangkal.
Sillogisme ini bisa Nampak dalam 2 kemungkinan.
  1. Kemungkinan yang pertama disebut afirmatif-negatif.
Artinya, premis minor afirmaytif dan kesimpulannnya negative.
Missal : Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan hitam.
             Kartu itu putih.
             Jadi, kartu itu bukan hitam.
  1. Kemungkinan yang kedua disebut negative-afirmatif.
Artinya, premis minor negative dan kesimpulannnya afirmatif.
Missal : Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan hitam.
             Kartu itu tidak putih.
             Jadi, kartu itu hitam.


BAB IX
AZAS-AZAS PEMIKIRAN

1.      Azas ialah sesuatu yang mendahului. Juga dapat dikatakan: titik pangkal dari mana sesuatu muncul dan dimengerti. Sedangkan azas pemikiran adalah pengetahuan dari mana pengetahuan yang lain tergantung dan dimengerti. Juga disebut pengetahuan yang menunjukkan kenapa pada umumnya kita dapat menarik suatu kesimpulan.ibedakan menjadi azas-
2.      Azas-azas pemikiran itu dapat dibedakan menjadi azas-azas primer dan azas-azas sekunder.
2.1  Azas-azas primer.
Azas primer berlaku untuk segala sesuatu yang ada, termasuk logika.
Azas-azas ini dibedakan menjadi :
  1. Azas identitas
  2. Azas kontradiksi
  3. Azas penyisihan-kemungkinan-yabg ketiga
  4. Azas-alasan-yang mencukupi
2.2  Azas-azas sekunder.
Azas-azas ini merupakan pengakuan pengkhususan dari azas primer tadi. Azas ini dapat di[pandang dari sudut isinya dan adri sudut luasnya.
  1. Dari sudut isinya terdapat :
o   Azas kesesuaian, Azas ini menyatakan bahwa dua hala adalah sama. Salah satu diantaranya sama dengan hal yang ketiga.
o   Azas ketidaksesuaian, azas ini juga menyatakan bahwa ada dua hal yang sama, tetapi salah satu diantaranya tidak sama dengan hal yang ketiga.
  1. Dan dipandang dari sudut luasnya, terdapat :
o   Azas dikatakan tentang semua
o   Azas-tidak dikatakan tentang manapun juga
3.      Azas-azas ini tidak bisa mempunyai konsekwensinya. Konsekwensinya menyentuh baik penyimpulan pada umumnya, amupun penyimpulan ‘modal’.
3.1  Untuk penyimpulan pada umunya
  1. Yang sesuai dengan antecedens (dalam penyimpulan yang lurus), juga sesuai dengan consequens (kesimpulan). Tetapi sebaliknya, tidak pasti. Sebab, dari premis-premis yang salah secara kebetulan bisa ditarikmkesimpulan benar.
  2. Yang tidak sesuai dengan antecedens, juga tidak sesuai dengan consequens (kesimpulan). Sebaliknya, tidak pasti.
  3. Untuk penyimpulan ‘modal’
1.      Premis yang mutlak juga menghasilakan kesimpulan yang mutlak.
2.      Premis yang mustahil dapat menghasilkan kesimpulan yang benar atu salah
3.      Dari ‘ada’nya boleh ditarik kesimpulan tentang ‘mungkin’nya. Sebaliknya (dari ‘mungkin’nya ke ‘ada’nya), tidak boleh
4.      Dari ‘tidak mungkin’nya boleh ditarik kesimpulan tentang ‘tidak ada’nya. Sebaliknya (dari ‘tidak ada’nya ke ‘tidak mungkin’nya), tidak boleh.

2 komentar:

  1. Thanks atas blog y, sangat membantu dalam meringkas buku..

    BalasHapus
  2. Saya atas nama BAPAK SUDARJO dari medan...

    ASSALAMUAALAIKUM WR...WB Sekedar informasi saya sendiri atas nama bapak sudarjo ingin ,berterima kasih sebesar-besarnya
    kepada (KH.SURYA) Atas bantuan beliau saat ini kami hidup bercukupan,dulunya saya
    hanya seeorang kuli bangunan.dan gaji saya selama sebulan tidak cukup menjalani kehidupan saya dan keluarga saya
    karna di rintenir Hutang-hutang kami menumpuk...
    saat itu kami pusing mau kemana nyari uang biar hutang-hutang kami di rintenir bisa kami lunasi,
    dan saat itu lah saya minjam hp atau ponsel anak saya,dan saya baca tentang (KH.SURYA)katanya bisa membantu
    atau mempunyai kemampuan KHUSUS melalui angka togel atau memberi angka yang benar-benar tembus.
    saat itu saya gak paham tentang togel-togel dan kemudian hari saya mencoba untuk menghubungi (KH.SURYA)
    mengenai pemasangan togel dan waktu itu saya minta angka kepada beliau dan memenuhi isyarat mengenai angka tersebut...
    dan saat itu saya diberi angka untuk pemasangan HONGKONG 9763 dan tidak dsangka
    bahwa angka yang diberikan oleh KH.SURYA ini benar-benar tembus saya bersyukur dan terima kasih atas bantuan (KH.SURYA)
    dan kami bisa membayar hutang-hutang kami...dan menjalani kehidupan kami yang sederhana ini...SEKIAN!


    dan apabila anda perlu bantuan silahkan hubungi (KH.SURYA)

    -----NO TELEPON:082354128589

    -----NO/WHATSAAP:082354128589

    atau klik situs resmi kami dibawah ini

    PERSUGIHAN HALAL


    yang punya room salam kenal

    BalasHapus