BAB I
APAKAH LOGIKA ITU?
1.
Apakah
logika itu?
Secara
singkat dapat dikatakan ; logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk
berpikir lurus (tepat).
Ilmu
pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok yang teerentu. Kumpulan
ini merupakan suatu kesatuan yang sistematis serta memberikan penjelasan yang
dapat dipertanggungjawabkan. Penjelasan seperti ini terjadi dengan menunjukkan
sebab-musababnya.
Logika
juga merupakan ilmu pengetahuan dalam arti ini. Lapangan ilmu pengetahun ini
ialah azas-azas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepatv dan sehat. Agar
dapat erpikir lurus, tepat dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan serta
menerapkan hokum-hukum yang harus ditepati.
Berpikir
adalah obyek material logika. Yang dimaksudkan dengan berpikir disini ialah
kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir manusia “mengolah’,
‘mengerjakan’ pengetahuan yang diperolehnya. Dengan ‘mengolah’ dan
‘mengerjakannya’ ia dapat memperoleh kebenaran. Karena itu obyek material
logika bukanlah bahan-bahan kimia atau salah satu bahasa.
2.
Macam-macam
logika
Logika
dibedakan dua macam. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kedua macam logika itu ialah logika kodratiah dan logika ilmiah.
2.1 Logika
Kodratiah
Akal
budi dapat bekerja menurut hokum-hukum logika dengan cara yang spontan. Tetapi
dalam hal-hal yang sulit baik akal budinya maupun seluruh diri manusia dapat
dan nyatanya dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan
kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Selain itu perkembangan pengetahuan
manusia sendiri masih terbatas.
Hal-hal ini menyebabkan bahwa kesesatan tidak dapat
dihindari. Namun dalam diri manusia itu sendiri juga terasa adanya kebutuhan
untuk menghindari kesesatan itu. Untuk menghindarkan kesesatan itu diperlukan
suatu ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam srtiap
pemikiran, karena itu muncullah
2.2 Logika
ilmiah
Logika
ini membantu logika kodratiah. Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran
serta akal budi. Berkat pertolongn logika ini dapatlah akal budi bekerja dengan
lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman.
3.
Sejarah
ringkas logika
3.1 Yunani
kuno
Penemuan
sebenarnya terjadi oleh aristoteles, theoraparus, dan kaum Syoa. Aristoteles
meninggalakan 6 buah buku yang oleh murid-muridnya diberi nama to Organon.
Keenam buku itu adalah Catorigae (tentang pengertian-pengertian), De
Interpretatione (tentang keputusan-keputusan), Analytica Posteriora 9tentang
pembuktian), Topica (tentang metode berdebat) dan De Sophistic Elencis (tentang
kesalahan-kesalahn berpikir).
Theopratus mempertimbangkan logika
aristoteles ini. Sedangkan kaum Stoa, terutama Chryppus mengajukan
bentuk-bentuk berpikir sistematis. Logika lalu mengalami sistematisasi.
Kemudian logika mengalami dekadensasi. Logika menjadi sangat dangkal dan sederhana
sekali.
3.2 Abad
Pertengahan (abad IX-XVI)
Pada masa itu masih dipakai buku-buku, seperti De
Interpretatione dan Categoriae (aristoteles), Eisagoge (porphyus) dan Boethius
( abad XII-XIII). Ada usaha untuk mengadakan sistematisasi dan
komentar-komentar. Usaha ini dikerjakan oleh Thomas Aquinas dan kawan-kawannya.
Mereka juga serentak mengembangkan logika yang sudah ada.
3.3 Eropa
modern (abad XVII-XVIII/XX)
Masa ini juga disebut masa penemuan-penemuan yang
baru. Francis Bacon megembangkan metode induktif. Ini terutama dinyatakannya
dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. W. Leibnitz menyusun logika aljabar.
Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih memberikan
kepastian.
3.4 India
Logika lahir karena Sri Gautama sering berdebat
dengan golongan hindu fanatic yang menentang ajaran kesusilaannya. Dalam Nyaya
Sutra logika diuraikan secara sistematis. Ini mendapat komentar dari
Prasastapada. Kemudian logika terus diakui sebagai metode berdebat. Lantas
muncullah berbagai komentar seperti yang dibuat oleh Uddyotakara, Udayana, dll.
3.5 Indonesia
Nampaknya logika belum begitu dipahami maknanya.
Baru sedikit orang orang saja yang menaruh perhatian secara ilmiah pada logika.
Maka dari itu kini perlu usaha untuk
memperluas. Dan usaha itu untuk mempertinggi taraf inteleginsi setiap orang
Indonesia seluruhnya.
4.
Pembagian
logika
4.1
Logika memang
menyelidiki hokum-hukum pemikiran. Penyelidikan itu terjadi dengan menguraikan
unsure-unsur pemikiran tersebut. Penguraian unsure-unsur tersebut menunjukkan
bahwa pemikiran manusia sebenarnya terdiri dari unsure-unsut berikut. Unsure
yang pertama ialah pengertian. Kemudian
pengertian-pengertian tersebut disusun sehingga menjadi keputusan-keputusan.
Setelah itu disusun sehingga menjadi penyimpulan-penyimpulan.
4.2
Ketiga unsure yang baru
disebut ini merupakan 3 pokok kegiatan akal budi manusia. Ketiga pokok kegiatan
akal budi itu ialah:
1. Menangkap
sesuatu sebagaimana adanya
2. Memberikan
keputusan
3. Merundingkannya
5. Pentingnya belajar logika
Logika
membantu orang untuk berpikir lurus, tepat dan teratur. Dengan berpikir
demikiania dapat memperoleh kebenaran dan menghindari kesesatan. Dalam semua
bidamg kehidupan manusia menggunakan pikirannya. Ia juga mendasari
tindakan-tindakannya atas pemikiran itu.
BAB II
PENGERTIAN
1.
Pengertian
1.1 Pengertian
Pengertian adalah suatu gambar akal budi yang
abstrak, yang batiniah, tentang inti sesuatu.
1.2 Kata
Berpikir terjadi dengan menggunakan kata-kat akal
budi. Kita menggunakan kata-kata, kalu kita mau menyatakan apa yang kita
pikirkan. Dengan ini jelaslah kiranya bahwa obyek logika di sini hanyalah
tanda-tanda yang berarti (= kata-kata yang merupakan tanda atau pernyataan
pikiran dan sesuatu yang dinyatakan dengan pengertian).
1.3 Term
Tetapi pengertian (kata) juga dapat diselidiki dari
sudut yang lain. Sudut yang lain itu adalah sudut fungsinya dalam suatu
keputusan (kalimat) atau sebagai unsure padanya. Yang disebut term dalah kata
atu rangkaian kata yangb berfungsi sebagai subyek atau predikat dalam suatu
kalimat. Contoh : ‘anjing itu tidur’. Anjing itu daalh subyek; tidur
adalahpredikat kalimat. Dalam lohika, kata-kata hanya penting sebagai term.
Artinya, kata-kata itu hanya penting sebagai subyek atau predikat dalam suatu
kalimat.
2.
Isi
dan luas pengertian
2.1
Isi pengertian adalah
semua unsure yang termuat dalam suatu pengertian. Isi pengertian dapat dapat
ditemukan dengan menjawab pertanyaan : manakah bagian-bagian suatu pengertian
tertentu? unsur-unsur itu meliputi semua unsure pokok, unsure hakiki, serta
semua unsure yang langsung diturunkan dari unsure pokok itu. Unsure pokok,
hakiki adalah unsure yang menunjukkan inti sesuatu. Tapi unsure-unsur itu tidak
mencakup unsure-unsur yang tidak hakiki. Kita ambil pengertian ‘manusia’, misalnya.
Pengertian ‘manusia’ itu mengandung unsure-unsur pokok, seperti
‘berada’,’material’, ‘berbadan’, ‘hidup’, ‘dapat berbicara’, makhluk sosial’,
dsb. Tetapi pengertian ‘manusia’ itu tidak mengandung unsure-unsur, seperti
‘berkulit hitam’, ‘berkebangsaan Indonesia’, ‘berambut keriting’, dsb.
2.2
Selanjutnya luas
pengertian adalah benda-benda (lingkunagan realitas) yang dapat dinyatakan oleh
pengertian tertentu.
2.3
Akhirnya, antara isi
dan luas pengertian terdapat suatu hubungan. Adanya hubungan itu kiranya tidak
dapat disangkal. Tetapi manakah sifat hubungan itu? Sifatnya dapat dijabarkan :
semakin banyak isinya, semakin kecil luas (daerah lingkup)nya. Semakin banyak
isinya hanyalah menyatakan bahwa benda yang ditunjukkan itu menjadi semakin
konkret, nyata dan tertentu dan sebaliknya semakin sedikit isinya, semakin luas
libngkungannya.
3.
Pembagian
kata-kata
Arti
setiap kata dapat dilihat dari 2 sudut. Yang pertama ialah arti kata dilihat
sebagia sesiuatu yang berdiri sendiri. Arti kata itu dilihat terlepas dari
fungsinya dalam suatu kalimat. Yang kedua ialah arti kata dilihat dari sudut
fungsinya dalam suatu kalimat konkret. Yang akhir ini biasanya disebut
‘suposisi term’. Dan yang dimaksudkan dengan ‘suposisi’ itu dalah arti khusus
suatu term dalam kalimat tertentu dipandang dari sudut arti, isi dan luasnya.
3.1 Kalau
dibagikan menurut artinya, terdapat kata-kata :
1. univok
(sama suara, sama artinya). Artinya kata yang menunjukkan pengertian yang sama
pula. Kata ‘anjing’ misalnya, hanya menunjukkan ‘pengertian’ yang dinyatakan
oleh kata itu saja.
2. Ekuivok
(sama suara, tapi tidak sama artinya). Kata yang menunjukkan pengertian yang
berlain-lainan. Kata ‘genting’ misalnya, menunjukkan arti ‘atap rumah’, tetapi
juga ‘suatu keadaan yang gawat’;
3. Abalog
(sama suara, sedangkan artinya di satu pihak ada kesamaannya, di lain pihak ada
perbedaannya). Kata yang menunjukkan banyak barang yang sama, tetapi serentak
juga berbeda-beda dalam kesamaannya itu.
3.2 Selanjutnya,
kalu dilihat dari sudut isinya, terdapatlah kata-kata :
1. abstrak,
yang menunjukkan suatu bentuk atau sifat tanpa bendanya (misalnya, ‘kemanusiaan’,
keindahan’)
2. kolektif,
yang menunjukkan suatu kelompok (misalnya, ‘tentara’) dan individual, yang
menunjukkan suatu indivisu saja (misalnya, ‘narto’ = nama anggota tentara)
3. sederhana,
yang terdiri dari satu cirri saja (misalnya, kata ‘ada’ yang tidak dapat
diuraikan lagi)
3.3 dan
akhirnya menurut luasya dapat dibedakan :
1. Term
singular. Term ini dengan tegas menunjukkan satu individu, barang atu golongan
tertentu. Misalnya,Slamet, orang itu, kesebelasan itu, yang terpandai, dsb.
2. Term
particular. Term ini menunjukkan hanya sebagian saja dari seluruh luasnya.
Artinya, menunjukkan lebih dari satu, tetapi tidak semua bawahnnya. Missal,
beberapa mahasiswa, kebanykan orang, dsb.
3. Term
universal. Term ini menunjukkan seluruh lingkungan dan bawahannnya masing-masing,
tanpa ada yang dikecuali. Missal, semua orang, setiap guru, kera adalah
binatang, dsb.
BAB III
PEMBAGIAN
(PENGGOLONGAN) DAN DEFINISI
1.
Pembagian
(penggolongan)
Yang
dimaksudkan dengan pembagian (penggolongan) ialah suatu kegiatan akal budi
tertentu. Dalam kegiatan itu akal budi mengurakan, ‘membagi’, ‘menggolongkan’
dan menyusun pengertian-pengertian dan barang-barang terytentu. Penguaraian dan
penyusunan itu diadakan menurut kesamaan dan perbedaannnya.
1.1 Ada
bermacam-macam cara untuk mengadakan pembagian (penggolongan) itu.
- Pembagian (penggolongan) itu harus lengkap. Artinya, kalu kita membagi-bagikan suatu hal, maka bagian-bagian yang diperincikan harus mencakup semua bagiannya.
- Pembagian (penggolongan) itu harus sungguh-sungguh memisahkan. Artinya, bagian yang satu tidak boleh memuat bagian yang lain.
- Pembagian (penggolongan) itu harus menggunakan dasar, prinsip yang sama.
- Pembagian (penggolongan) itu harus sesuai dengan tujuan yang mau dicapai.
1.2 Semua
yang dikatakan tentang pembagian (penggolongan) ini asda beberapa kesulitan
yaitu :
1. Apa
yang benar untuk keseluruhan, juga benar untuk bagian-bagiannnya. Tetapi apa
yang benar untuk bagioan-bagian, belum pasti juga benar untuk keseluruhannya.
2. Adanya
keragu-raguan tentang apa atu siapa yang sebenarnya masuk ke dalam kelompok
yang tertentu. Hal ini terjadi karena tidak mudahnya membedakan golongan yang
satu dari golongan yang lainnya dengan tegas.
3. Karena
tidak berfikir panjang, orang cenderung mengambil jalan pintas. Jalan pintas
itu sendiri sering kali berbentuk; menggolongkan barang, benda, dan orang hanya
atas dua golongan saja.
2.
Definisi
Kata
‘definisi’ berasal dari kata ‘definitio’, yang berarti ‘pembatasan’. Atas dasr
ini dapatlah dikatakan bahwa definisi mempunyai tugas tertentu. Tugas tertentu
itu ialah menentukan batas suatu pengertian dengan tepat, jelas dan singkat.
Maka definisi berarti suatu susunan kata yng tepat, jelas dan singkat untuk
menentukan batas pengertian yang tertentu.
2.1
Ada 2 macam definisi
itu. Yang ;pertama disebut definisi nominal. Definisi ini juga disebut definisi
menurut katanya. Definisi ini juga disebut definisi menurut katanya. Definisi
ini merupakan suatu cara untuk menjelaskan sesuatu dengan menguraikan arti
katanya. Hal itu terjadi dengan menghubungkan pengertian yang tertentu dengan
sebuah kata.
2.2
Definisi ini dapat dinyatakan
dengan beberapa cara
1. Dengan
menguraikan asal-usul (etimologi) kata atau istilah yang tertentu.
2. Namun
arti kata tersebut seringkali masih belunm jelas juga. Karena itulah perlu
orang melihat arti manakah yang lazim dikenakan orang banyak pada kata atu
istilah yang tertentu. Untuk mengetahuinya perlulah orang melihat arti kata itu
sebagaimana diterangkan di kamus.
3. Akhirnya
definisi ini juga dapat dinyatakan dengan menggunakan sinonim. Hal ini terjadi
dengan menggunakan kata yang sama artinya, yang lazim dipakai dan yang
dimengerti oleh umu. Misalnya ‘budak’ dijelaskan denagn menggunakan ‘hamba’.
2.3
Definisi yang lain itu
disebut definisi real. Efinisi ini emperlihatkan hal (benda) yang dibatasinya.
Dan hal itu terjadi dengan menyajikan unsure-unsur atau cirri-ciri menyusunnya.
Definisi ini selalu majemuk. Artinya definisi itu terdiri dari 2 bagian. Bagian
yang pertama menyatakan unsure yang menyerupai hal (benda) yang tertentu dengan
hal (benda) lainnya. definisi Bagian yang kedua menyatakan unsure yang
membedakannya dari sesuatu yang lain.
2.4
Definisi real ini dapat
dibedakan menjadi :
1. Definisi
hakiki (esensial). Definisi ini sunggiuh-sungguh menyatakan hakekat sesuatu.
Hakekat sesuatu adalah suatu pengertian yang abstrak, yang hanya mengandung
unsure-unsur pokok yang sungguh-sungguh perlu untuk memahami suatu golongan
(species) yang lain, sehingga sifat-sifat golongan tersebut tidak termasuk ke
dalam hakekat sesuatu itu.
2. Definisi
gambaran (lukisan). Definisi ini menggunakan cirri-ciri khas sesuatu yang akan
diseinisikan. Missal, semua burung agagk hitam.
3. Definisi
yang menunjukkan maksud tujuannya sesuatu. Missal, arloji adalh suatu alt untuk
menunjukkan waktu, yang disusun hingga dapat dimasukkan dalam saku atau diikat
di lengan.
4. Sering
kali definisi diadakan hanya dengan menunjukkan sebab-musabab sesuatu. Missal,
gwerhana bulan terjadi karena bumi berada di antara bulan dan matahari.
2.5
Ada beberapa peraturan
yang perlu ditepati :
1. definisi
harus dibolak-balikan dengan hal yang didefinisikan. Artinya, luas keduamya
haruslah sama. Missal, ‘hewan yang berakal budi’ harus dapat dibolak-balikan
dengan ‘manusia’.
2. Definisi
tak boleh negative, kalau dapat dirumuskan secara positif. Missal, logika
bukanlah suatu pengetahuan tentang barang-barang purbakala.
3. Apa
yang didefinisikan tidak boleh masuk ke dalam definisi. Kalau hal kita jatuh dalam bahaya yang terjadi disebut
‘circulus in definiendo’
4. Definisi
tidak boleh dinyatakan dalam bahasa yang kabur, kiasan atau mendua arti. Kalau
hal itu terjadi, definisi itu tidak mencapai tujuannya.
BAB IV
KEPUTUSAN
1.
Pengertian
adalah bagian dari keputusan
Keputusan
adalah suatu perbuatan tertentu dari manusia. Dalam dan dengan perbuatan itu
dia mengakui atau memungkiri kesatuan atau hubungan antar dua hal.
Dalam
definisi ini terkandung beberapa unsure :
-
Perbuatan manusia.
Sebenarnya seluruh diri manusialah yang bekerja dengan akal budinya.
-
‘Mengakui atau
memungkiri’. Inilah yang merupakan inti suatu keputusan.
-
‘Kesatuan antara dua
hal’. Hal yang satu adalah subyek, dan hal yang lain adalah predikat.
1.1
Kata merupakan
pernyataan lahiriah dari pengertian. Keputusan juga mempunyai penampakan
lahirnya. Penampakan lahirnya adalah kalimat. Dan kalimat adalah satuan, keputusan
khususnya dilahirkan dalam kalimat berita.
1.2
Maka keputusan
(kalimat) adalah satu-satunya ucapan yang ‘benar’ atau ‘tidak benar’. Artinya,
keputusan selalu mengakui atau memungkiri kenyataan.
2.
Unsure-unsur
keputusan
2.1 Keputusan
mengandung 3 unsur:
- Subyek (sesuatu diberi keterangan)
- Predikat (sesuatu yang menerangkan tentang subyek)
- Kata penghubung (pernyataan yang mengakui atau memungkiri hubungan antara subyek dan predikat)
2.2 Namun
perlu dicatat:
1. keputusan
(kalimat) sering tak Nampak dalam susunan yang sederhana ini. Karna itu untk
mempermudah analisa logika, sering kali perlulah keputusan-keputusan
(kalimat-kalimat) tersebut dijabarkan menjadi keputusan-keputusan dengan bentuk
pokok Subyek (S) = predikat (P) atau S ≠ P. misalnya: ‘dia telah mencuri
buah-buahan itu’ menjadi ‘dia adalah orang yang mencuri buah-buahan itu’.
2. Term
subyek sering juga disebut sebagai subyek logis. Subyek logis itu tidak selalu
sama dengan subyek kalimat menurut tatabahasa.
3.
Macam-macam
keputusan
3.1 Berdasarkan
sifat pengakuan dan pemungkiran dapat dibedakan menjadi:
- Keputusan kategoris. Dalam keputusan ini predikat (P) menerangkan subyek (S) tanpa syarat.
- Keputusan hipotetis. Dalam keputusan ini predikat (P) menerangkan subyek (S) dengan suatu syarat, tidak secara mutlak.
3.2 Keputusan
kategoris (Tunggal):
- berdasarkan materinya dapat dibedakan :
§ keputusan
analitis dan keputusan sintetis
keputusan analitis ialah keputusan dimana predikat
(P) menyebutkan sifat hakiki, yang pasti terdapat dalam subyek (S). dan
keputusan sintetis adalah keputusan dimana presdikat (P) menyebutkan sifat yang
tak hakiki, tak niscaya yang terdapat pada subyek (S), tapi dapat dikaitkan
dengan subyek (S) itu.
- Berdsarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi keputusan positif dan negative. Yang dimaksudkan dengan keputusan positif ialah keputusan dimana predikat (P) dipersatukan dengan subyek (S) oleh kata penghubung.
- Akhirnya, berdasrkan luasnya, dapat dibedakan menjadi keputusan universal, particular dan singular. Keputusan universal ialah keputusan dimana predikat meneraangkan seluruh luas subyek. Missal: semua orang mati. Keputusanpartikular ialah keputusan dimana predikat menerangkan sebagian dari seluruh luas subyek. Missal: beberapa orang dapatmati. Kepiutusan singular ialah keputusan dimana predikat menerangkan satu barang (subyek) yang ditunjukkan dengan tegas. Missal: Tukiman dapat mati.
4.
Keputusan
A, E, I, O
Dilihat
dari sudut bentuk dan luasnya, keputusan dapat dibedakan menjadi:
- Keputusan A : Keputusan afimatif (positif) dan universal (singular).
Missal: semua mahasiswa IKIP lulus; besi itu logam.
- Keputusan E : Keputusan negative dan universal (singular).
Missal: kera bukan tikus; semua yang rohani tak
dapat binasa.
- Keputusan I : Keputusan afirmatif (positif) dan particular.
Missal: beberapa rumah retak karena gempa bumi;
tidak semua yang harum adalah bunga mawar.
- Keputusan O : Keputusan negative dan particular
Missal: beberapa orang tak suka tertawa; banyak
orang tak suka makan ketimun.
5.
Lukas
predikat
5.1 Ketentuan
yang menyangkut luas predikat :
- Dalam keputusan afirmatif, seluru isi predikat diterapkan pada isi subyek atau dipersatukan dengan isi subyek itu. Missal: kera adalah binatang.
- Dalam keputusan negative, isi prtedikat tidak diterapkan pada subyek atau dipersatukan dengan subyek itu. Missal: anjing bukan ayam.
5.2 Dan
dalam hubungan ini disajikan hokum untuk luas predikat itu.
1. Predikat
adalah singular, jika dengan tegas menunjukkan satu individu, barang atu
golongan yang tertentu. Missal: dialah yang pertama-tama melihat ular itu.
2. Dalam
keputusan afirmatif, prediakt particular (kecuali kalau ternyata singular).
Subyek dipisahkan dari predikat dan sebalinya.
BAB V
PEMBALIKAN DAN
PERLAWANAN
1.
Pembalikan
Membalikkan
adalah mengganti subyek dan predikat, sehingga dulunya subyek, sekarang menjadi
predikat, dan yang dulunya subyek, tanpa mengurangi keputusan itu.
1.1 Macam-macam
pembalikan :
1. Pembalikan
seluruhnya. Adalah pembalikan dimana luasnya tetap sama.
2. Pembalikan
sebagian, ialah pembalikan dari keputusan universal menjadi keputusan
particular.
1.2 Hukum-hukum
pembalikan.
- Keputusan A hanya boleh dibalik menjadi I.
Missal: ‘semua kera adalah binatang’ hanya bisa
dibalik menjadi ‘beberapa binatang adalah kera’.
- Keputusan E selalu boleh dibalik.
Missal : ‘semua ayam bukan tikus’ bisa dibalik
menjadi ‘semua tikus bukan ayam’ atau ‘beberapa tikus bukan ayam’.
3. Keputusan
I hanya dapat dibalik menjadi keputusan I lagi.
Missal : ‘Beberapa orang itu sakit’ dapat dibalik
menjadi ‘beberapa yang sakt itu orang’
- Keputusan O tidak dapat dibalik.
Missal : ‘ada manusia yang bukan dokter’ tidak dapat
dibalik menjadi ‘ada dokter yang bukan manusia’.
2.
Perlawanan
2.1 Kalau
dibandingkan satu sama lain, nampaklah bahwa keputusan-keputusan berlawanan
1. Menurut
bentuknya. Disebut perlawan ‘kontraris dan’subkontraris’ (A – E; I – O)
2. Menurut
luasnya. Disebut perlawanan ‘altern’ (A – I; E – O)
3. Baik
menurut bentuk maupun luasnya. Disebut perlawanan ‘kontradiktoris’ (A – O; E –
I)
2.2 Contoh
perlawanan
1. Perlawanan
kontradiktoris ( A – O; E – I)
o Jika
yang satu benar, yang lain tentu salah;
o Jika
yang satu salah, yang lain tentu benar;
o Tidak
ada kemungkinan yang ketiga.
2.
Perlawan kontraris (A –
E)
o Jika
yang satu benar, yang lain tentu salah;
o Jika
yang satu salah, yang lain dapat benar, tetapi juga dapat salah;
o Ada
kemungkinan yang ketiga, yakni keduanya sama salah.
3.
Perlawanan sub
kontraris (I – O)
o Jika
yang satu salah, yang lain tentu benar;
o Jika
yang satu benar, yang lain dapat salah tetapi juga dapat benar;
o Ada
kemungkinan yang ketiga, yakni tidak dapat keduanya sama-sama salah. Keduanya
dapayt sama-sama benar.
4. Perlawanan
subaltern (A – I; E – O)
o Jika
yang universal benar, yang particular juga benar;
o Jika
yang universal salah, yang particular dapat benar, tapi juga dapat salah;
o Jika
yang particular benar, yang universal dapat salah, dapat benar;
o Jika
yang particular salah, yang universal juga salah;
o Singkatnya;
kedua-duanya dapat benar, tapi juga dapat salah; mungkin pula yang satu benar, yang lain salah.
Seluruh
hokum ini dapat disingkat sebagai berikut:
Jika
A benar, maka E salah, I benar dan O salah.
Jika
E benar, maka A salah, I salah dan O benar.
Jika
I benar, maka E salah, sedangkan baik A maupun O tak pasti.
Jika
O benar, maka A slah, sedangkan baik E maupun I tak pasti.
Jika
A salah, maka O benar, sedangakan baik E maupun I tak pasti.
Jika
E salah, maka I benar, sedangkan baik A maupun O tak pasti.
Jika
I salah, maka A slah, E benar, O benar.
jikaO
salah, maka A benar, E salah, I benar.
BAB VI
PENYIMPULAN
1. Penyimpulan
adalah suatu kegiatan manusia yang tertentu. Dalam dan dengan kegiatan itu ia
bergerak menuju ke pengetahuan yang baru, dari pengetahuan yang telah
dimilikinya dan berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya itu.
2.
Macam-macam
penyimpulan
2.1 Dari
sudut bagaimana terjadinya, kita menemukan :
- Penyimpulan yang langsung (secara intuitif)
Dalam penyimpulan ini tidak diperlukan
pembuktian-pembuktian.
- Penyimpulan ini tak langsung.
Penyimpulan ini diperoleh dengan
menggunakan term-antara (M).
2.2 Juga
dapat dilihat dari sudut isi (benar) dan bentuk (lurus)nya. Kesimpulan pati
benar :
- Apabila premisnya benar dan tepat. Hal ini adalah susut material penyimpulan.
- Apabila jalan pikirannya lurus. Artinya, hubungan anatar premis dan kesimpulannya harus lurus. Dan inilah sudut formal suatu penyimpulan.
3. Hukum-hukum
yang berlaku untuk segala macam penyimpulan.
1. Jika
premis-premis benar, maka kesimpulan juga benar;
2. Jika
premis-premis salah, maka kesimpulan dapat salah, dapat benar;
3. Jika
kesimpulan salah, maka premis-premis juga salah;
4. Jika
kesimpulan benar, maka premis-premis dapat benar, dapat juga salah.
Dengan ini dikatakan bahwa:
1. Jika
premis-premis benar, tetapi kesimpulan salh, mak jalan pikirannya (bentuknya)
tidak lurus;
2. Jika
jalan pikirannya memang lurus, tetapi kesimpulannnya tak benar, maka
premis-premisnya salah.
BAB VII
SILLOGISME KATEGORIS
1. Sillogisme
adalah setiap penyimpulan, dimana dari dua keputusan (premis-premis)
disimpulakan suatu keputusan yang baru (kesimpulan).
2. Ada
dua macam sillogisme:
o Sillogisme
kategoris, adalah silogisme yang premis-premis dan kesimpulannya berupa
keputusan kategoris. Dapat dibedakan menjadi:
a. Sillogisme
kategoris tunggal, kaena terdiri 2 premis
b. Sillogisme
kategoris tersusun, karena terdiri tas lebih dari dua premis
o Sillogisme
hipotetis, adalah sillogisme yang terdiri atas satu premis atau lebih yang
berupa keputusan hipotetis. Dan silogisme ini dapat dibedakan menjadi
a. Sillogisme
(hipotetis) kondisional, yang ditandai dengan ungkapan : jika ….. (maka)….. ;
b. Sillogisme
(hipotetis) disyungtif, yang ditandai dengan ungkapan : atau ….., atau …., ;
c. Sillogisme
(hipotetis) konyungtif, yang diatandai dengan ungkapan : tidak sekaligus …..
dan …..
3. Sillogisme
kategoris tunggalmerupakan bentuk sillogisme yang terpenting. Sillogisme ini
terdiri dari 3 term, yakni subyek (S), predikat (P) dan term-antara (M).
Biasanya sillogisme ini dibagankan
sbb:
Setiap
manusia dapat mati M – P
Budi
adalah manusia S – M
Jadi,
Budi dapat mati S – P
4.
Ada hukum-hukum yang
perlu ditepati dalam silogisme kategoris. Hokum itu dibedakan dalam 2 kelompok.
Kelompok yang satu menyangkut term,-term dan yang satu lagi menyangkut
keputusan-keputusan.
4.1 Yang
menyangkut term-term
- Sillogisme tak boleh mengandung lebih atau kurang dari 3 term.
- Term-antara (M) tak boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan.
- Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tak boleh lebih luas dari premis-premis.
- Term-anatar (M) harus sekurang-kurangnya satu kali universal.
4.2 Yang
menyangkut keputusan-keputusan
- Jika kedua premis afirmatif atau positif, maka kesimpulannya harus afirmatif atau positif pula.
- Kedua premis tak boleh negative.
Missal: Batu bukan binatang.
Anjing
bukan batu.
Jadi
anjing bukan binatang.
- Kedua premis tak boleh particular.
Missal: Ada orang kaya yang tak tentram hatinya.
Banyak
orang jujur tentram hatinya.
Jadi
orang-orang kaya tak jujur.
- Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah. Kepurusan particular adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan yang universal. Keputusan negative adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingakn dengan keputusan afirmatif atau positif.
Karna itu,
o Jika
salah satu premis particular, kesimpulan juga harus particular;
o Jika
salah satu premis negative, kesimpulan juga harus negative;
o Jika
salah satu premis negative dan particular, kesimpulan juga harus negatifd dan
particular. Kalau tidak, ada bahaya ‘latius hos’ lagi.
Missal: Beberapa anak puteri tidak
jujur.
Semua anak puteri itu manusia.
Jadi beberapa
manusia tidak jujur.
BAB VIII
SILLOGISME HIPOTETIS
1.
Sillogisme
hipotetis terdiri atas sillogisme (hipotetis)
kondisional, sillogisme (hipotetis) disyungtif dan sillogisme (hipoitetis)
konyungtif.
1.1 Sillogisme
(hipotetis) kondisional
Sillogisme ini adalah sillogisme yang premis
majornya berupa keputusan kondisional. Keputusan kondisional itu terdiri atas
dua bagian, yaitu : jika …., maka …. Bagian yang stu dinyatakan benar, kalu
syarat yang dinyatakan dalam bagian yang lainnya terpenuhi.
1.2 Hukum-hukum
sillogisme (hipotetis) kondisional, bunyinya:
- Kalau antecerdesnya benar (dan hubungannnya lurus), maka consequens (kesimpulan)nya juga benar.
- Kalau consequens (kesimpulan)nya salah (dan hubungannya lurus), maka antecedesnya juga salah.
Jika antecedesnya disebut A, dan consequensnya B,
akan terjadilah berikut ini,
o Jika
A benar (artinya: benar hujan), B juga benar (artinya: aku ytidak pergi)
o Jika
B salah (artinya: aku tidak pergi), A juga salah (artinya: tidak hujan)
o Jika
A slah (artinya: tidak hujan), B dapat salah juga dapat benar (artinya: belum
pasti aku pergi)
o Jika
B benar (artinya: aku tidak pergi), A dapat salah dapat juga benar (artinya:
belum pasti hujan)
2.
Sillogisme
(hipotetis) disyungtif
Sillogisme
ini adalah sillogisme yang premis majornya terdiri dari keputusan disyungtif.
Premis minor mengakui atau memungkiri salah satu kemungkinan yang sudah disebut
dalam premis major. Kesimpulan mengandung kemungkinan yang lain.
2.1 Sillogisme
(hipotetis) disyungtif dalam arti sempit
Sillogisme ini hanya mengandung dua kemungkinan,
tidak lebih dan tidak kurang. Keduanya tak dapat sama-sama benar. Dari dua
kemungkinan itu hanya satulah yang dapat benar.
Missal
: Ia masuk atau tidak masuk ( =
tinggal di luar)
Ia
masuk.
Jadi,
ia tidak masuk ( = ia tidak tinggal di luar).
2.2 Sillogisme
(hipotetis) disyungtif dalam arti yang luas.
Dalam sillogisme ini terdapat dua kemungkinan yang harus dipilih. Tetapi dua kemungkianan ini
dapat sama-sama benar juga.
Missal : Dialah yang pergi atau saya (premis major disyungtif dalam
arti yang luas).
Dia pergi.
Jadi, (tidak dapat disimpulkan
bahwa ‘saya tidak pergi’)
Contoh
ini menunjukkan adanya kemungkinan yang ketiga. Kemungkinan itu ialah : dia dan
saya pergi bersama-sama.
2.3 Sillogisme
(disyungtif) dalam arti sempit Nampak dalam dua corak.
-
Corak yang satu ialah :
mengakui bagian disyungsi dalam premis minor. Bagian yang lainnya dimungkiri
dalam kesimpulan, corak ini disebut ‘modus ponens tollens’.
Missal : Mobil kita diam atau tidak diam (bergerak).
Karena
diam, jadi tidak bergerak (tidak tidak diam).
3.
Sillogisme
(hipotetis) konyungtif
Sillogisme
ini adalah sillogisme yang premis majornya berupa keputusan konjungtif.
Keputusan konjyungtif adalh keputusan dimana persesuaian beberapa predikat
untuk satu subyek disangkal.
Sillogisme ini bisa Nampak dalam 2
kemungkinan.
- Kemungkinan yang pertama disebut afirmatif-negatif.
Artinya, premis minor afirmaytif dan kesimpulannnya
negative.
Missal : Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan
hitam.
Kartu itu putih.
Jadi, kartu itu bukan hitam.
- Kemungkinan yang kedua disebut negative-afirmatif.
Artinya, premis minor negative dan kesimpulannnya
afirmatif.
Missal : Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan
hitam.
Kartu itu tidak putih.
Jadi, kartu itu hitam.
BAB IX
AZAS-AZAS PEMIKIRAN
1.
Azas ialah sesuatu yang
mendahului. Juga dapat dikatakan: titik pangkal dari mana sesuatu muncul dan
dimengerti. Sedangkan azas pemikiran adalah pengetahuan dari mana pengetahuan
yang lain tergantung dan dimengerti. Juga disebut pengetahuan yang menunjukkan
kenapa pada umumnya kita dapat menarik suatu kesimpulan.ibedakan menjadi azas-
2.
Azas-azas pemikiran itu
dapat dibedakan menjadi azas-azas primer dan azas-azas sekunder.
2.1 Azas-azas
primer.
Azas primer berlaku untuk segala sesuatu yang ada,
termasuk logika.
Azas-azas ini dibedakan menjadi :
- Azas identitas
- Azas kontradiksi
- Azas penyisihan-kemungkinan-yabg ketiga
- Azas-alasan-yang mencukupi
2.2 Azas-azas
sekunder.
Azas-azas ini merupakan pengakuan pengkhususan dari
azas primer tadi. Azas ini dapat di[pandang dari sudut isinya dan adri sudut
luasnya.
- Dari sudut isinya terdapat :
o Azas
kesesuaian, Azas ini menyatakan bahwa dua hala adalah sama. Salah satu diantaranya
sama dengan hal yang ketiga.
o Azas
ketidaksesuaian, azas ini juga menyatakan bahwa ada dua hal yang sama, tetapi
salah satu diantaranya tidak sama dengan hal yang ketiga.
- Dan dipandang dari sudut luasnya, terdapat :
o Azas
dikatakan tentang semua
o Azas-tidak
dikatakan tentang manapun juga
3. Azas-azas
ini tidak bisa mempunyai konsekwensinya. Konsekwensinya menyentuh baik
penyimpulan pada umumnya, amupun penyimpulan ‘modal’.
3.1 Untuk
penyimpulan pada umunya
- Yang sesuai dengan antecedens (dalam penyimpulan yang lurus), juga sesuai dengan consequens (kesimpulan). Tetapi sebaliknya, tidak pasti. Sebab, dari premis-premis yang salah secara kebetulan bisa ditarikmkesimpulan benar.
- Yang tidak sesuai dengan antecedens, juga tidak sesuai dengan consequens (kesimpulan). Sebaliknya, tidak pasti.
- Untuk penyimpulan ‘modal’
1. Premis
yang mutlak juga menghasilakan kesimpulan yang mutlak.
2. Premis
yang mustahil dapat menghasilkan kesimpulan yang benar atu salah
3. Dari
‘ada’nya boleh ditarik kesimpulan tentang ‘mungkin’nya. Sebaliknya (dari
‘mungkin’nya ke ‘ada’nya), tidak boleh
4. Dari
‘tidak mungkin’nya boleh ditarik kesimpulan tentang ‘tidak ada’nya. Sebaliknya
(dari ‘tidak ada’nya ke ‘tidak mungkin’nya), tidak boleh.
Thanks atas blog y, sangat membantu dalam meringkas buku..
BalasHapusSaya atas nama BAPAK SUDARJO dari medan...
BalasHapusASSALAMUAALAIKUM WR...WB Sekedar informasi saya sendiri atas nama bapak sudarjo ingin ,berterima kasih sebesar-besarnya
kepada (KH.SURYA) Atas bantuan beliau saat ini kami hidup bercukupan,dulunya saya
hanya seeorang kuli bangunan.dan gaji saya selama sebulan tidak cukup menjalani kehidupan saya dan keluarga saya
karna di rintenir Hutang-hutang kami menumpuk...
saat itu kami pusing mau kemana nyari uang biar hutang-hutang kami di rintenir bisa kami lunasi,
dan saat itu lah saya minjam hp atau ponsel anak saya,dan saya baca tentang (KH.SURYA)katanya bisa membantu
atau mempunyai kemampuan KHUSUS melalui angka togel atau memberi angka yang benar-benar tembus.
saat itu saya gak paham tentang togel-togel dan kemudian hari saya mencoba untuk menghubungi (KH.SURYA)
mengenai pemasangan togel dan waktu itu saya minta angka kepada beliau dan memenuhi isyarat mengenai angka tersebut...
dan saat itu saya diberi angka untuk pemasangan HONGKONG 9763 dan tidak dsangka
bahwa angka yang diberikan oleh KH.SURYA ini benar-benar tembus saya bersyukur dan terima kasih atas bantuan (KH.SURYA)
dan kami bisa membayar hutang-hutang kami...dan menjalani kehidupan kami yang sederhana ini...SEKIAN!
dan apabila anda perlu bantuan silahkan hubungi (KH.SURYA)
-----NO TELEPON:082354128589
-----NO/WHATSAAP:082354128589
atau klik situs resmi kami dibawah ini
PERSUGIHAN HALAL
yang punya room salam kenal